kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

Aturan Permodalan Fintech Bakal Lebih Tinggi. Jadi Berapa?


Selasa, 25 Januari 2022 / 10:00 WIB
Aturan Permodalan Fintech Bakal Lebih Tinggi. Jadi Berapa?
ILUSTRASI. Peer to Peer Lending.


Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejalan dengan status fintech lending yang kini sudah berizin semua, revisi regulasi terkait fintech lending pun kian dinantikan. Mengingat, regulasi tersebut dibutuhkan sebelum nantinya moratorium perizinan untuk fintech lending baru mulai dicabut.

Adapun, salah satu poin yang menjadi perhatian dalam regulasi baru nantinya ialah syarat permodalan. Dalam pertemuan industri jasa keuangan pekan lalu, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengisyaratkan bakal ada aturan permodalan yang tinggi untuk memitigasi ekses yang selama ini terjadi pada pinjaman online.

Jika merujuk pada rancangan revisi POJK yang diterbitkan pada 2020 lalu, memang syarat minimal permodalan yang tertera menjadi Rp 15 miliar. Namun, tahun lalu, OJK pun juga sempat menyampaikan bahwa syarat minimal permodalannya menjadi Rp 10 miliar melalui pernyataan Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK Tris Yulianta.

“Di atas itu,” ujar Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) 2B OJK Bambang W Budiawan saat dikonfirmasi KONTAN, akhir pekan lalu.

Baca Juga: Inilah 7 Ciri Pinjol Ilegal yang Perlu Dikenali Masyarakat

Memang, Bambang enggan menyampaikan berapa nilai pasti dari minimal permodalan yang disyaratkan dalam regulasi baru nantinya. Ia hanya memastikan bahwa nilainya berlipat-lipat signifikan dari ketentuan sebelumnya yang sebesar Rp 2,5 miliar.

Namun, syarat minimum modal tersebut akan berlaku bagi pemain-pemain baru yang akan mengajukan izin saat moratorium sudah dicabut. Sementara, fintech yang sudah mendapatkan izin akan dikenakan ketentuan minimum ekuitas secara bertahap selama jangka waktu tertentu.

“Untuk awal kan perlu IT budget, membangun ekosistem, business model, digital marketing. Modal kerja itu penting dan perlu untuk membangun image fintech baru agar minat lender meningkat,” jelas Bambang.

Sebelumnya, Bambang memang pernah menyebutkan bahwa  persyaratan modal disetor minimum Rp 2,5 miliar dalam Peraturan OJK No. 77/2016 terlalu kecil. Ia melihat banyak penyelenggara bermodal kecil tak lagi mampu beroperasi karena kehabisan modal. “Banyak yang modal disetor di atas Rp 2,5 miliar pun tapi tidak bisa bertahan,” ujar Bambang saat itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×