Reporter: Nina Dwiantika, Roy Franedya, Christine Novita Nababan | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Kebijakan Bank Indonesia (BI) terkait Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) mendorong manajemen perbankan menambah permodalan mereka. Sejumlah bank kecil sudah merencanakan memperbesar modal inti melalui berbagai cara. Hal ini demi mengerek status bank ke BUKU yang lebih besar agar lebih leluasa mengembangkan bisnis.
Bankir-bankir mengakui, kebijakan BUKU hanya menguntungkan bank bermodal besar, sedangkan bisnis bank kecil bakal terhambat. Di bank bermodal kecil yang tergabung dalam BUKU 1 dan 2 (lihat tabel), BI melarang adanya bisnis sekuritisasi aset, bandingkan dengan bank BUKU 3 dan 4 yang bisa menjalankan layanan tersebut.
Untuk kegiatan valuta asing (valas), BI juga membatasi bank BUKU 1 sebagai pedagang valas (PVA). Sedangkan BUKU 2 bisa berperan sebagai PVA dan seluruh kegiatan valas. Lalu, BI juga melarang bank BUKU 1 untuk menerbitkan sertifikat deposito yang bisa diperdagangkan.
Mengatasi keterbatasan ruang gerak, Yuslam Fauzi, Direktur Utama Bank Syariah Mandiri (BSM), memastikan bakal ada penambahan modal agar bisa naik ke BUKU yang lebih besar. BSM tercatat bermodal inti Rp 3,9 triliun, sehingga masuk ke BUKU 2.
Penambahan modal berlangsung melalui berbagai cara. Salah satunya dari suntikan induk usahanya yakni Bank Mandiri, yang bakal meningkatkan modal inti menjadi Rp 4,5 triliun pada 2013.
Bersamaan dengan itu, manajemen juga memperbesar modal dari laba usaha. "Total modal BSM akhir 2013 sudah bisa di atas Rp 5 triliun (tergolong BUKU 2)," terang Yuslam, akhir pekan lalu.
Santai saja
Benny Witjaksono, Direktur Utama Bank Mega Syariah juga mencanangkan rencana menggenjot modal inti atawa tier 1 di atas Rp 1 triliun. Berbagai opsi penambahan modal dikaji mulai dari suntikan pemegang saham hingga laba ditahan.
Lalu, Eddy Guntarjo, Direktur Utama Ina Perdana, memastikan tambahan modal melalui laba ditahan mulai tahun ini. "Kami juga mencari investor strategis yang mau tambah modal dengan membeli 40 saham perusahaan," tandasnya.
Eko Budiyono, Direktur Utama Bank DKI, menyampaikan pengelompokan bank tersebut menjadikan ruang gerak bank menambah kegiatan usaha semakin terbatas. Namun demikian, pihaknya tidak terburu-buru memperbesar modal.
Alasannya, bank pembangunan daerah (BPD) ini memiliki potensi pasar luas. Maklum saja kegiatan transaksi dan sumber dana di Jakarta lebih tinggi dibandingkan kota-kota lain. "Keuntungan kami adalah berpusat di Jakarta, sehingga kami dapat memanfaatkan cabang yang ada di sini," tambah Eko.
Tapi, semakin besar modal, kesehatan sebuah bank, akan semakin baik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News