Reporter: Nina Dwiantika, Nurul K, Astri Kharina | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Perbankan menyiapkan strategi untuk mencegah perlambatan pertumbuhan kredit pemilikan rumah (KPR). Upaya ini merupakan respon atas berlakunya kebijakan Bank Indonesia (BI) mengenai uang muka KPR sebesar 30% dari harga.
Beberapa bankir yang KONTAN hubungi mengatakan bank punya banyak cara untuk menyiasati keadaan ini. Mulai dari pengaturan cicilan uang muka, pemberian dana talangan hingga tabungan perumahan. Bank juga bisa memperbesar segmen konsumen KPR yang tidak terlalu mempermasalahkan kenaikan uang muka. Atau, cara lainnya, lebih banyak bermain di KPR program pemerintah seperti fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP). Seperti kita tahu, KPR jenis ini dikecualikan dari aturan.
Sumber KONTAN di kalangan bankir mengungkapkan, dana talangan uang muka KPR seperti bank menawarkan dana talangan haji. Skemanya mirip. Bankir ini minta namanya dirahasiakan karena merasa perlu meminta izin dulu ke regulator sebelum menjajakan skema tersebut. Ia khawatir dianggap menyalahi aturan.
Informasi saja, bank memberikan talangan bagi nasabah yang ingin mendaftar haji. Sehingga nasabah memperoleh kepastian keberangkatan haji sejak jauh hari. Tetapi, mereka harus melunasi dana talangan sebelum berangkat ke tanah suci.
Nanti, kata bankir tersebut, dana talangan uang muka KPR bisa mengadopsi skema itu. Jadi, bank mendanai nasabah untuk bayar uang muka KPR. Nah, nasabah harus melunasinya sebelum melakukan akad kredit, atau memasukkannya dalam cicilan KPR. "Ini untuk nasabah yang pengembang rumahnya tidak memberikan kemudahan angsuran DP," katanya.
Kalau pengembangnya bersedia menerima cicilan DP, bank tidak perlu repot menalangi. Malah, bank bisa menjalin sinergi dengan pengembang, seperti yang marak selama dua tahun terakhir.
PT Bank Central Asia (BCA) Tbk merupakan salah satu bank yang bakal menempuh cara tersebut. Bank spesialis kredit konsumer itu menawarkan program DP dengan jangka waktu enam bulan hingga sembilan bulan. "Itu sah dilakukan, karena belum ada larangan mencicil uang muka," kata Direktur Konsumer Bank Central Asia (BCA), Henry Koenafi, Senin (19/3).
BCA mencatat, lebih dari 60% debitur kredit propertinya adalah nasabah yang mampu membayar DP 10%-15% dari harga rumah.
Strategi lainnya membentuk tabungan perumahan. Namun, solusi ini untuk jangka panjang. Skemanya sendiri belum jelas karena masih dalam pembahasan antara perbankan dan Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera). Pemerintah kemungkinan akan mengadopsi sistem tabungan pendidikan. "Konsepnya sedang di exercise, mudah-mudahan akhir bulan ini sudah kelar konsepnya" kata Deputi Bidang Pembiayaan Kemenpera Sri Hartoyo.
Sebelumnya, Direktur Konsumen Bank Tabungan Negara (BTN), Irman A. Zahirrudin memastikan menjadi bank yang akan turut ambil bagian di program Tapernas.
Head of Product Development and Business Credit Consumer Bank Negara Indonesia (BNI), Indrastomo Nugroho, menambahkan, aturan uang muka KPR hanya berpengaruh bagi debitur kelas menengah. Biasanya mereka membeli rumah dan apartemen dengan menyetor DP rata-rata maksimal 20%. "Misalnya tahun ini mereka akan mengajukan KPR tetapi karena DPnya kurang maka mereka mengundur waktunya satu tahun ke depan," jelasnya.
Menurutnya, debitur kelas kecil dan kakap tidak terlalu berpengaruh dengan aturan tersebut. Karena debitur kecil akan memilih KPR dengan skema FLPP. Sedangkan debitur berkantung tebal tidak berpengaruh banyak karena mereka memiliki sumber dana yang besar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News