Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bankir mulai mewaspadai kenaikan suku bunga dan inflasi yang terus mendaki terhadap kemampuan debitur membayar kewajiban kredit. Terlebih bagi debitur yang mengikuti kredit yang direstrukturisasi terdampak Covid-19.
Kendati demikian, kredit yang direstrukturisasi terus menurun hingga saat ini. Di sisi lain, perbankan telah melakukan pencadangan sebagai antisipasi.
Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (Bank BJB) mengakui kenaikan suku bunga dan inflasi akan menekan kemampuan bayar debitur dalam memenuhi kewajibannya.
Direktur Utama Bank BJB Yuddy Renaldi menyatakan, hingga saat ini, belum melihat adanya potensi signifikan dari debitur yang terdampak hingga ke kredit bermasalah atau non performing loan (NPL).
Baca Juga: Hingga Agustus 2022, Penyaluran KPR Bank BJB Tumbuh 16,8%
“Kami terus melakukan monitoring terhadap portofolio yang memiliki risiko sensitif terhadap kenaikan inflasi khususnya. Selain itu, kami terus melakukan ekspansi dengan lebih selektif,” ujar Yuddy kepada Kontan.co.id pada Kamis (29/9).
Selain itu, BJB juga telah melakukan pencadangan terhadap kredit berisiko atau loan at risk (LAR) sebesar 25,2% per Juni 2022. Sedangkan pencadangan atau coverage to NPL BJB sebesar 152,9%.
Ia menyatakan rasio tersebut sudah cukup prudent. Terlebih, loan at risk (LAR) Bank BJB tergolong rendah hanya sebesar 6,8%.
“Adapun kredit restrukturisasi kami sampai dengan juni sekitar 3% dari total kredit. Dari nilai tersebut kurang lebih setengahnya kami melihat berpotensi untuk exit flag dari kredit restrukturisasi kembali ke normal,” paparnya.
Baca Juga: Kenaikan Suku Bunga Memicu Risiko Kredit
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News