Reporter: Roy Franedya | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Bank Indonesia (BI) menempuh cara baru dalam meningkatkan efisiensi perbankan. Salah satunya adalah memaksa bank yang memiliki rasio Beban Operasional berbanding Pendapatan Operasional (BOPO) di atas 90% untuk menurunkannya menjadi di kisaran 80%-an.
Halim Alamsyah, Deputi Gubernur BI, mengatakan, pihaknya sudah membuat benchmarking BOPO bank berdasarkan ukuran dan kelompok bank. Untuk meminta penurunan BOPO, BI telah memanggil beberapa bank dan memberikan surat pembinaan. "Kami minta mereka menurunkan BOPO sesuai dengan benchmarking dan minta return on assets (ROA) naik," ujarnya, Senin (12/3). Bank yang ber-BOPO tinggi harus melakukan penyesuaian pada tahun ini.
BI juga meminta bank tidak memasukkan biaya-biaya operasional yang tidak perlu dalam perhitungan. Halim meyakini penurunan BOPO mampu meningkatkan laba bank. "Beberapa bank sudah jadi, sudah jalan. BOPO ideal sekitar 60%-70%, namun susah capai level itu," katanya.
Nantinya, regulator akan melihat kondisi masing-masing bank. "Jika ada bank yang sudah punya ruang untuk efisiensi kami akan panggil lagi," tukasnya.
Dalam mengukur efisiensi perbankan, BI memilih menggunakan BOPO ketimbang cost to income ratio (CIR). Pasalnya, BOPO mengandung pencadangan yang merupakan perkiraan ke depan. Adapun CIR merupakan ukuran efisiensi dari biaya-biaya di masa lalu.
Berdasarkan data BI, akhir Desember 2011, rata-rata BOPO perbankan mencapai 85,42% atau turun sedikit dibandingkan akhir 2010 sebesar 86,14%. Adapun ROA perbankan mencapai 3,03%, meningkat dari Desember 2010 yang sebesar 2,86%.
Bank BUMN tercatat paling tidak efisien dengan BOPO sebesar 91,94%. Sedangkan bank pembangunan daerah (BPD) merupakan bank paling efisien dengan BOPO 79,14%. Namun, anehnya, berdasarkan laporan keuangan, empat bank BUMN tidak memiliki BOPO mendekati 90%. BRI memiliki BOPO 66,69%, Bank Mandiri 67,24%, BNI 70,86% dan BTN 80,42%.
Saut Pardede, Direktur Keuangan, Treasury dan Strategis PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN), berpendapat, setiap bank pasti berniat menekan BOPO. Tetapi, bank selalu butuh dana besar untuk ekspansi. Antara lain menambah cabang setiap tahun. "Kredit terhadap GDP masih rendah, itu artinya penetrasi perbankan masih harus ditingkatkan," katanya. Menurutnya, bank melakukan efisiensi dengan memperbesar porsi dana murah, bukan dengan mengerem pertumbuhan cabang.
Gatot Suwondo, Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI), menambahkan efisiensi bisa dicapai dengan meningkatkan layanan online banking melalui penggunaan electronic channel. Bertransaksi di kantor cabang membutuhkan dana sebesar Rp 2.700 per transaksi sementara melalui ATM hanya sekitar Rp 350 dan internet banking Rp 250 per transaksi. "Electronic channel jauh lebih murah ketimbang cara konvensional, hal ini tak lepas dari perkembangan teknologi telekomunikasi," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News