Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Tendi Mahadi
Per September 2019 lalu, PT Banten Global Development yang merupakan badan usaha milik daerah (BUMD) Provinsi Banten masih tercatat sebagai pemegang saham pengendali dengan mengempit 51% kepemilikan saham perseroan. Kemudian ada PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha dengan kepemilokan 9,26% saham.
Adapun dalam aksi ini, jika para pemegang saham tersebut tak mengeksekusi haknya ada potensi dilusi saham hingga 86,19%. Bank Banten juga memungkinkan aksi ini dilakukan dengan menambahkan modal tak berbentuk uang dengan mekanisme sesuai regulasi yang berlaku.
Misalnya, ketentuannya tambahan modal tak berbentuk uang mesti terkait langsung dengan rencana penggunaan dana. Menggunakan penilai untuk menentukan nilai wajarnya. Sementara, untuk penyertaan berupa hak tagih kepada perseroan yang dikompensasikan sebagai setoran saham baru, hak tagih tersebut mesti sudah dimuat dalam laporan keuangan perseroan teraudit.
Baca Juga: Kehadiran fintech mengubah gaya milenial dalam berinvestasi emas
Sedangkan bank daerah lain yang modalnya berada di atas Rp 2 triliun juga punya rencana penambahan modal. Tujuannya agar dapat naik kelas ke bank umum kegiatan usaha (BUKU) 3.
“Per Desember 2019 modal inti kami mencapai Rp 2,2 triliun. Tiap tahun juga akan ada tambahan modal yang hingga 2025 totalnya akan mencapai RP 2,3 triliun,” kata Direktur Pemasaran PT Bank Pembangunan Daerah Yogyakarta Agus Trimurjanto kepada Kontan.co.id.
Direktur Pemasaran PT Bank Pembangunan Daerah Sumatera Selatan dan Bangka Belitung Antonius Argo Prawiro juga menyatakan hal senada. Pada 2023, perseroan juga menargetkan jadi anggota BUKU 3 dengan penambahan modal regular dari pemerintah daerah. Per September 2019 lalu modal inti perseroan mencapai Rp 3,19 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News