Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang bakal mulai meningkatkan modal inti minimum Rp 1 triliun tahun ini, dan secara bertahap ditingkatkan hingga Rp 3 triliun pada 2022 bakal lebih longgar kepada bank daerah.
“Rencana tersebut sangat berat bagi BUKU 1, dan BUKU 2. Seharusnya untuk rencana penambahan modal RP 3 triliun diberi waktu minimum 5 tahun hingga 6 tahun. Meskipun buat BPD batas akhir penambahan modal minimum Rp 1 triliun telah disetujui paling lambat 2024,” kata Presiden Direktur PT Bank Maspion Tbk (BMAS) Herman Halim kepada Kontan.co.id, Minggu (19/1).
Baca Juga: Dukung Qanun Aceh, BTN konversi empat kantor syariah
Kontan.co.id telah berupaya mengonfirmasi pelonggaran ini kepada Kepala Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana dan Deputi Komisioner Pengawas Perbankan OJK Slamet Edy Purnomo. Sayang keduanya belum merespon pertanyaan Kontan.co.id.
Adapun Wakil Ketua Umum II Asosiasi Bank Daerah (ASBANDA) Zainuddin Mappa juga enggan mengomentari hal ini. “Saya belum bisa mengomentarinya karena aturannya juga belum diterbitkan,” katanya kepada Kontan.co.id, Senin (20/1).
Dari penelusuran Kontan.co.id, setidaknya memang ada 4 bank daerah yang kini masih bermodal inti cekak di bawah Rp 1 triliun. PT Bank Pembangunan Daerah Banten Tbk (BEKS) Rp 190 miliar, PT Bank Pembangunan Daerah Lampung senilai Rp 643 miliar, PT Bank Pembangunan Daerah Bengkulu Rp 689 miliar, dan PT Bank Pembangunan Daerah Sulawesi Tengah Rp 814 miliar.
Sementara itu ada 8 bank lainnya yang modal intinya masih di bawah Rp 2 triliun. Adapun kini tercatat secara total ada 27 bank daerah yang beroperasi di Indonesia.
Baca Juga: Bank Banten (BEKS) rights issue dengan menerbitkan 4 miliar saham
Meski demikian, sejumlah bank daerah sejatinya kini juga tengah menyiapkan aksi penambahan modal. Bank Banten misalnya, bakal menggelar rights issue untuk menerbitkan 4 miliar saham dengan nominal Rp 3 per lembar.
“Perseroan melaksanakan PUT VI dan PUT VII dengan alasan pemenuhan kebutuhan modal. Dan mendukung pelaksanaan fungsi intermediasi perseroan,” papar Bank Banten dalam prospektusnya.
Per September 2019 lalu, PT Banten Global Development yang merupakan badan usaha milik daerah (BUMD) Provinsi Banten masih tercatat sebagai pemegang saham pengendali dengan mengempit 51% kepemilikan saham perseroan. Kemudian ada PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha dengan kepemilokan 9,26% saham.
Adapun dalam aksi ini, jika para pemegang saham tersebut tak mengeksekusi haknya ada potensi dilusi saham hingga 86,19%. Bank Banten juga memungkinkan aksi ini dilakukan dengan menambahkan modal tak berbentuk uang dengan mekanisme sesuai regulasi yang berlaku.
Misalnya, ketentuannya tambahan modal tak berbentuk uang mesti terkait langsung dengan rencana penggunaan dana. Menggunakan penilai untuk menentukan nilai wajarnya. Sementara, untuk penyertaan berupa hak tagih kepada perseroan yang dikompensasikan sebagai setoran saham baru, hak tagih tersebut mesti sudah dimuat dalam laporan keuangan perseroan teraudit.
Baca Juga: Kehadiran fintech mengubah gaya milenial dalam berinvestasi emas
Sedangkan bank daerah lain yang modalnya berada di atas Rp 2 triliun juga punya rencana penambahan modal. Tujuannya agar dapat naik kelas ke bank umum kegiatan usaha (BUKU) 3.
“Per Desember 2019 modal inti kami mencapai Rp 2,2 triliun. Tiap tahun juga akan ada tambahan modal yang hingga 2025 totalnya akan mencapai RP 2,3 triliun,” kata Direktur Pemasaran PT Bank Pembangunan Daerah Yogyakarta Agus Trimurjanto kepada Kontan.co.id.
Direktur Pemasaran PT Bank Pembangunan Daerah Sumatera Selatan dan Bangka Belitung Antonius Argo Prawiro juga menyatakan hal senada. Pada 2023, perseroan juga menargetkan jadi anggota BUKU 3 dengan penambahan modal regular dari pemerintah daerah. Per September 2019 lalu modal inti perseroan mencapai Rp 3,19 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News