Reporter: Adhitya Himawan, Nina Dwiantika | Editor: Dessy Rosalina
JAKARTA. Di tengah perlambatan kredit, harapan perbankan mempercantik laba bertumpu pada pos kredit mikro. Maklum, kredit yang menggarap kaum wong cilik ini memiliki margin tinggi.
Kendati menjanjikan laba tebal, membesarkan kredit mikro tidak semudah membalikan tangan. Risiko kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) menjadi momok menakutkan.
Coba lihat Bank Danamon. Mengacu laporan keuangan Danamon, bisnis mikro Danamon Simpan Pinjam (DSP) mencatatkan NPL sebesar 5,8% di akhir kuartal I 2014. Angka itu naik tipis
dibandingkan sebelumnya, yaitu 5,7%.
Rapor NPL ini merupakan yang tertinggi dibandingkan bisnis perbankan mikro lain. Sebagai gambaran, NPL Bank Rakyat Indonesia (BRI) hanya 1,33%. Sementara, NPL kredit mikro Bank Mandiri sekitar 3,19%.
Di sepanjang kuartal I tahun ini, DSP menyalurkan kredit Rp 20,01 triliun, naik tipis 4% dari sebelumnya Rp 19,21 triliun di tahun lalu. DSP berkontribusi 15% dari total penyaluran kredit Danamon.
Kekurangan memiliki pegawai disebut-sebut sebagai pemicu memburuknya kinerja kredit mikro Danamon. Praktik bajak-membajak pegawai kian marak di bisnis perbankan mikro (lihat boks).
Minhari Handikusuma, Direktur Mikro Bank Danamon membantah anggapan itu. Dia yakin, Danamon bisa mengantisipasi risiko kredit mikro lantaran merupakan pemain lama di kredit mikro.
DSP menargetkan menurunkan NPL ke level 2%. Tahun ini, DSP membidik sektor kredit agribisnis, serta menggaet supply chain dari nasabah korporasi eksisting. "Danamon selalu siap menghadapi kompetisi," ujar Minhari kepada KONTAN, Jumat, (23/5).
Setiap tahun, Danamon merekrut dan melatih karyawan melalui Danamon Corporate University. Hingga Maret tahun ini, jumlah pegawai sebanyak 19.132 orang, merosot dari 19.768 orang di bulan Maret 2013.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News