Reporter: Ferrika Sari | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Bank Ina Perdana Tbk (BINA) akan melakukan penambahan modal lewat mekanisme rights issue akhir tahun ini.
Bank Ina mematok harga pelaksanaan rights issue sebesar Rp 4.200 per saham dan menawarkan 282,71 juta saham dengan nominal Rp 100 per saham. Dengan begitu, dana yang terkumpul bisa mencapai Rp 1,18 triliun.
Berdasarkan prospektus rights issue yang diterbitkan, Selasa (23/11), PT Indolife Pensiontama sebagai pemegang saham pengendali perseroan telah menyatakan akan mengeksekusi haknya dalam rights issue ini.
Menanggapi hal itu, Direktur Utama Bank Ina Daniel Budirahaju optimistis, saham-saham rights issue tersebut akan diserap oleh pasar.
Baca Juga: Kemeriahan Rights Issue Lagi di Akhir Tahun
"Jika tidak terserap, pemegang saham pengendali (PSP) sudah siap untuk membeli saham rights issue yang kami perdagangkan," kata Daniel, Jumat (26/1).
Saat ini, Indolife Pensiontama memiliki 1,27 miliar saham atau setara 22,47% dari total saham Bank Ina. Kepemilikan saham Indolife berpotensi bertambah jika pemegang saham lain tidak mengambil haknya dalam rights issue tersebut.
Indolife Pensiontama merupakan perusahaan keuangan milik Salim Group. Melalui aksi korporasi tersebut, membuka peluang kolaborasi Bank Ina dengan perusahaan Salim Group lain. Mengingat, kelompok usaha ini memiliki anak usaha, termasuk bank dan asuransi.
"Kolaborasi dengan Salim Group akan terus kami tingkatkan," terang Daniel.
Rencananya, dana hasil rights issue akan digunakan untuk modal kerja terkait pelaksanaan kegiatan operasional serta pengembangan usaha. Hal ini sesuai dengan strategi bank untuk menerapkan digitalisasi dalam proses bisnis.
Baca Juga: Bank Ina Perdana (BINA) patok harga rights sssue Rp 4.200 per saham
Pengembangan usaha tersebut masuk kategori belanja operasional (Opex). Bank Ina akan melakukan pengembangan digitalisasi melalui kerja sama layanan terkelola dengan vendor (pihak ketiga) sehingga bank tidak berinvestasi langsung dengan membeli aset atau peralatan.
Ditambah biaya teknologi informasi (TI) untuk pengembangan digitalisasi, terutama lisensi perangkat lunak bersifat berlangganan dan infrastruktur yang bekerja sama dengan penyedia cloud dan penyedia layanan terkelola. Nantinya, pembayaran dilakukan secara berkala yakni per tahun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News