Reporter: Wahyu Satriani, Bernadette Christina Munthe., Nina Dwiantika, KONTAN | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Kasus penggelapan dana nasabah oleh Senior Relation Manager Citibank Inong Melinda Dee dan tewasnya Irzen Octa, nasabah kartu kredit Citibank, membuat nasib bank asing asal Amerika Serikat ini berada di ujung tanduk.
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Komisi XI DPR-RI, Selasa malam (5/4), Gubernur Bank Indonesia (BI) Darmin Nasution membeberkan "dosa-dosa" Citibank dalam kasus Melinda.
"Ada penyalahgunaan standard operational procedur (SOP)," kata Darmin. BI menunjuk lemahnya pengawasan internal Citibank. Seperti, tiadanya cek dan recek transaksi nasabah, kurangnya pengawasan supervisor terhadap bawahan, serta lemahnya pengawasan layanan private banking Citibank, yaitu Citigold.
Penyebab lain kasus ini juga karena kelalaian nasabah yang terlalu percaya kepada bank, sehingga memicu moral hazzard. "Pemeriksaan masih terus berlanjut, kami terus menyisir kemungkinan bertambahnya korban," kata Kabareskrim Polri Ito Sumardi di tempat yang sama.
Terkait kasus debt collector, Country Officer Citibank Indonesia Shariq Mukhtar menegaskan, tidak ada kekerasan fisik terhadap Irzen saat mengurus utang kartu kredit. "Kami yakinkan kepada saudara sekalian, Citibank berkomitmen beroperasi dengan standar tertinggi," ujarnya. Shariq menjamin, Citibank telah menjalankan proses penagihan utang dengan cara sehat sesuai aturan dan kode etik.
Wakil Ketua Komisi XI DPR-RI Harry Azhar Azis mengatakan, keterangan Citibank ini bisa menjadi alat bukti pencabutan izin operasi Citibank di Indonesia, jika investigasi nanti menemukan ada kesalahan di pihak Citibank. "Ini bisa menjadi bentuk kebohongan publik. BI harus mencatat dan memberi sanksi keras," katanya. Ia menambahkan, maraknya kasus-kasus perbankan menjadi bukti lemahnya pengawasan BI.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News