Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Tendi Mahadi
Menanggapi hal ini, Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) Pahala Mansury menjelaskan saat ini pihaknya sendiri masih menunggu petunjuk pelaksanan terkait mekanisme bank jangkar ini.
“Kami masih menunggu aturan pelaksanaannya, terutama soal risiko penyaluran likuiditasnya. Jangan sampai bank peserta juga memiliki risiko tambahan, karena saat pandemi seperti ini kami juga masih memiliki juga restrukturisasi,” katanya dalam paparan daring secara terpisah, Jumat (15/5).
Baca Juga: Ini temuan Kemenkop UKM soal gagal bayar di KSP Indosurya dan Hanson Mitra Mandiri
Adapun Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) Sunarso bilang sejatinya perseroan juga butuh tambahan likuiditas. Maklum bank terbesar di tanah air ini juga mendominasi restrukturisasi kredit terimbas pandemi.
Hingga April 2020, perseroan telah merestrukturisasi kredit senilai Rp 101,23 triliun dari 1,41 juta debitur. Sementara dari paparan Sunarso dalam diskusi daring, Jumat (15/5) empat bank Himbara telah merestrukturisasi kredit Rp 223,15 triliun dari 1,71 debitur.
“Ketentuan pelaksanaan bank jangkar saat ini masih digodok. Dengan nilai restrukturisasi mencapai Rp 101,23 triliun, kami berharap setidaknya ada likuiditas tambahan untuk mengatasi penundaan angsuran pokok, baik dari penempatan dana pemerintah maupun bank cari sendiri” kata Sunarso dalam paparan daring, Kamis (14/5).
Baca Juga: Bank Yudha Bhakti salurkan THR Rp 86,5 miliar ke nasabah pensiunan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News