Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Tendi Mahadi
Adapun Wakil Direktur Utama BNI Herry Sidharta juga menyampaikan ha serupa. Herry menilai redefinisi konglomerasi keuangan sebagai kelompok perusahaan keuangan yang mengempit aset minimum Rp 100 triliun tak jadi masalah buat perseroan.
“Tidak ada masalah, tinggal menjaga implementasi atas ketentuan yang sudah ada saja. Sebagai pelaksanaan POJK tentang konglomerasi keuangan kami juga sudah memiliki prosedur standar tentang audit terintegrasi,” katanya kepada Kontan.co.id.
Tahun lalu, dengan lima entitas anak perseroan secara konsolidasian tercatat punya aset Rp 845,60 triliun. Tahun ini, bank berlogo angka 46 ini juga tengah menyiapkan menambah sejumlah anak usahanya di segmen perbankan, dan asuransi.
Baca Juga: Antisipasi kegagalan restrukturisasi KRAS, BCA siapkan pencadangan sebesar 57%
Di sisi lain, meskipun saat ini belum ada aspek nilai aset dalam definisi konglomerasi keuangan. Secara tak formal, OJK sebelumnya mengklasifikasikan nilai aset konglomerasi keuangan minimum Rp 2 triliun.
Dari ketentuan tersebut, pada 2018 tercatat ada 48 konglomerasi keuangan yang menguasai aset Rp 6.930 triliun atau setara 65,75% dari total aset industri keuangan pada 2018 senilai Rp 10.539 triliun.
Dari jumlah tersebut, ada 34 konglomerasi, 11 konglomerasi IKNB (industri keuangan non bank), dan 3 konglomerasi adalah lembaga efek.
September lalu, saat ditemui Kontan.co.id di Kantor OJK Deputi Komisioner Pengawas Perbankan OJK III Slamet Edy Purnomo telah menyinggung rencana peningkatan nilai aset minimum bagi konglomerasi keuangan.
Baca Juga: Bisnis pialang asuransi diyakini masih akan tumbuh tahun ini
“Kami sedang mengkaji kenaikan ambang batas. Karena mengawasi yang Rp2 triliun sama yang Rp 100 triliun pengawasannya sama alokasi waktunya, Sumber Daya Manusianya. Faktanya, yang banyak memiliki pengaruh yang mana? Ke depan akan sangat tergantung situasi kondisi,” katanya kala itu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News