Reporter: Nina Dwiantika | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Kerontang likuiditas perbankan diharapkan berlalu. Demi memperlonggar likuiditas rupiah, hari ini, delapan bank nasional meneken perjanjian mini master repurchase agreement (MRA). Kerjasama selama tiga tahun ini diharapkan meningkatkan transaksi repo antarbank.
Difi A. Johansyah, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) mengatakan, sejatinya likuiditas perbankan saat ini masih aman. Namun, BI perlu mengantisipasi kekeringan likuiditas di tahun depan.
Menurut Difi, transaksi repo lebih menguntungkan lantaran suku bunga lebih rendah ketimbang pasar uang antar bank (PUAB). Pasalnya, transaksi repo memiliki underlying asset sebagai agunan, yakni Sertifikat Bank Indonesia (SBI), surat berharga negara (SBN) dan Sertifikat Deposito Bank Indonesia (SDBI). Kalau rata-rata bunga PUAB 7%, bunga repo 6,9% per bulan.
Berdasarkan data BI, tujuh tahun terakhir rata-rata transaksi repo perbankan per hari hanya Rp 132 miliar. Jumlah itu hanya 3% dari transaksi PUAB. Maklum, selama ini transaksi repo antarbank menggunakan perjanjian bilateral. Nah, perjanjian mini MRA menjadi acuan semua bank bertransaksi repo. Alhasil, bank bisa lebih gencar mencari likuiditas dari transaksi repo ketimbang PUAB.
Pada tahap awal, mini MRA hanya berlaku untuk denominasi rupiah, lantaran kebutuhan likuiditas rupiah sangat besar. Selain itu, mini MRA hanya lingkup dalam negeri. Ke depan, BI akan memfasilitasi transaksi repo valuta asing saat MRA memasuki lingkup global.
Panji Irawan, Group Head Tresury Group Bank Mandiri, mengatakan transaksi repo akan bermanfaat bagi bank peminjam, lantaran mendapat pasokan likuiditas. Branko Windoe, Head of Treasury Bank Central Asia (BCA), menilai mini MRA akan menambah manajemen likuiditas bank tanpa harus mengandalkan pasar uang. "Kami harap mini MRA diadopsi pasar sehingga pasar keuangan lebih dalam," kata Branko.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News