kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Bankir Melihat NIM Perbankan Bakal Tertekan Imbas Kenaikan Bunga Acuan


Selasa, 17 Januari 2023 / 19:08 WIB
Bankir Melihat NIM Perbankan Bakal Tertekan Imbas Kenaikan Bunga Acuan
ILUSTRASI. Meski menghadapi tekanan pandemi, perbankan tanah air masih mampu mempertahankan net interest income (NIM)./pho KONTAN/Carolus Agus Waluyo/


Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Meski menghadapi tekanan pandemi, perbankan tanah air masih mampu mempertahankan net interest income (NIM). Hal ini tak terlepas dari upaya bank terus memperkuat dana murah di tambah bank sentral memangkas bunga acuan saat pandemi.

Adapun NIM industri perbankan per November 2022 ada di level 4,70%. Capaian itu meningkat dibandingkan Desember 2020 yang ada di posisi 4,32% dan Desember 2021 pada level 4,51%. Namun NIM di November masih sama dengan NIM di Oktober 2022.

Direktur Utama BRI Sunarso menyebut meski bunga acuan sudah naik sebagai respons dari inflasi, industri bank masih berupaya menahan suku bunga kredit. 
Sehingga saat ini bank tengah berada dalam posisi low interest rate environment yang akan terus berlanjut. 

“Tren penurunan credit yield akan mempengaruhi NIM perbankan yang akan semakin tertekan. Bila NIM bank di 2010 itu 10%, lalu di 2022 hanya 6%. Saya yakin ini akan berlanjut ke depannya,” paparnya. 

Baca Juga: Modal Kuat, OJK Ingin Bank Lebih Efisien Agar Bunga dan Biaya Layanan Terjangkau

Ia berdalih, kecenderungan inflasi telah membuat berbagai bank sentral menaikkan suku bunga. Sedangkan perbankan tidak bisa serta merta naikkan suku bunga karena bisa menimbulkan ancaman kredit bermasalah alias non performing loan. 

CEO Citi Indonesia Batara Sianturi melihat NIM perbankan Indonesia masih menjadi paling tinggi di kawasan Asia. Ia mengkalkulasikan, bila bunga The Fed berada pada puncaknya di Mei 2023 mendatang di level 5,25% hingga 5,5% akan mempengaruhi NIM. 

“Lalu tidak ada lagi pengetatan dan terus bertahan hingga 2024 maka akan mempengaruhi margin bank di kawasan Asia. Kita melihat NIM Hongkong 1,4% sampai 1,8%. Bank di Taiwan berkisar 0,9% sampai 1,6%, Korean Bank bakal di 1,6% sampai 2,6%,” ujarnya. 

NIM perbankan di Indonesia saat ini sangat sehat di level 4,7% per November 2022. Ia menyebut ini bisa saja menjadi puncaknya NIM perbankan karena kenaikan biaya dana. Lantaran, kenaikan The Fed dan direspon oleh bank sentral di masing-masing negara.

Kendati demikian, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menginginkan bank tanah air bisa lebih efisien dalam memberikan layanan kepada masyarakat. Regulator bermimpi penetapan bunga dan biasa layanan perbankan bisa lebih terjangkau. 

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan Dian Ediana Rae menyatakan arah kebijakan OJK ke depannya tidak hanya fokus menghadapi dampak ekonomi global. Ia ingin memperbaiki struktur pasar perbankan yang belum efisien. 

“Harus ada upaya-upaya untuk memperbaiki struktur pasar perbankan kita. Meski secara umum, kinerja perbankan sangat bagus, tapi kita harus meningkatkan efisiensi dan integritas perbankan kita untuk hadapi tantangan yang semakin berat di kemudian hari,” ujar Dian secara virtual, Selasa (17/1). 

Ia menyatakan, hampir semua bank umum berhasil melakukan penguatan modal Rp 3 triliun hingga akhir 2022 lalu. Hanya ada satu bank umum yang tidak bisa memenuhi ketentuan ini sehingga turun kelas menjadi BPR. 

Baca Juga: Restrukturisasi Melandai, Risiko Kredit Ikut Turun

Bank tersebut adalah Bank Prima Master, yang hanya memiliki modal inti sebesar Rp 257,3 miliar per September 2022. 

Dian menambahkan, OJK akan melanjutkan konsolidasi dan penguatan modal baik bagi bank syariah, bank pembangunan daerah (BPD), hingga bank perkreditan rakyat (BPR). 

OJK mengakui margin bunga bersih atau net interest margin (NIM) bank tanah air cukup tinggi. Kendati demikian, bank harus bisa memanfaatkan pemulihan ekonomi yang membutuhkan sistem keuangan yang berjalan dengan baik. 

“Ini terkait efisiensi dan integritas. Adapun efisiensi ini berkaitan dengan penetapan suku bunga apakah sudah mencerminkan efisiensi bank atau tidak. Lalu apakah masyarakat sudah bisa mendapatkan layanan perbankan lebih murah,” jelasnya

Terkait struktur pasar perbankan, OJK akan melakukan tes kebutuhan ekonomi terhadap industri perbankan untuk masing-masing jenis bank mulai dari bank umum, BPD, hingga BPR.

“Penguatan integritas karena industri jasa keuangan kita itu harus ikuti standar internasional seperti penipuan seperti fraud, anti pencucian uang, dan terorisme. Ini akan dilakukan secara sistemik akan tetapkan based practice. Begitupun untuk IT  apa yang diterapkan sehingga kita deteksi kejahatan ekonomi. Kita akan jadikan perbankan bersih dan bermusuhan dari segala kejahatan ekonomi,” jelasnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×