kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45901,86   -4,43   -0.49%
  • EMAS1.318.000 0,61%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Banyak bolong dalam PBI devisa hasil ekspor


Senin, 25 Juni 2012 / 10:31 WIB
Banyak bolong dalam PBI devisa hasil ekspor
ILUSTRASI. Pejalan kaki melintas di depan gedung Bank Indonesia (BI) di Jakarta, Jumat (9/12). KONTAN/Cheppy A. Muchlis/12/12/2016


Reporter: Roy Franedya | Editor: Djumyati P.

JAKARTA. Bank Indonesia (BI) masih menemukan kendala dalam penerapan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 13/20/PBI/2011 yang mewajibkan eksportir menyetor Devisa Hasil Ekspor (DHE). Salah satunya, terkendala jaringan eksportir di tingkat internasional.

Direktur Eksekutif Departemen Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter BI, Perry Warjiyo mengatakan masalah tersebut karena perusahaan multinasional Indonesia memiliki Induk usaha di luar negeri dan pabrik di Indonesia. Sementara rekening antar bank tersebar. "Namun, secara umum sudah banyak perusahaan yang melapor," ujarnya, Jumat (22/6).

Perry bilang untuk meningkatkan kesadaran eksportir, BI akan terus meningkatkan sosialisasi dengan eksportir dan akan memberikan sanksi tegas kepada eksportir yang belum menyetorkan DHE pada tanggal 2 Juli. "Peraturannya sudah jelas tinggal kita lihat implementasinya," tambahnya.

PBI tentang DHE mengatur bahwa eksportir wajib menerima seluruh DHE melalui bank devisa di Indonesia paling lama 90 hari setelah tanggal Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB). Apabila pada 2 Juli 2012 eksportir mengabaikan PBI ini, maka bank sentral akan memberikan sanksi administratif mulai dari Rp10 juta hingga Rp100 juta.

Grup Head Wholesale Transaction Bank Mandiri Andrijanto mengatakan perbankan masih mengalami kesulitan dalam untuk mengidentifikasi DHE. Pasalnya, eksportir bisa saja membuat PEB langsung dengan Bea Cukai dan ada eksportir yang menggunakan mekanisme transfer to transfer (T/T) sehingga bank hanya menerima transferan dana milik eksportir tanpa menyerahkan dokumen pada bank. "Dalam mekanisme ini bank tidak bisa membuka data PEB dan mencocokkannya dengan DHE karena ada Undang-Undang kepabeanan yang melarangnya. Yang bisa membuka data hanya BI, Bea Cukai dan Badan Pusat Statistik (BPS)," ujarnya.

Andrijanto menambahkan bank hanya bisa mencocokkan dokumen PEB dengan DHE eksportir jika transaksinya menggunakan letter of credit (L/C). Pasalnya wajib meminta dokumen PEB. Namun, transaksi(L/C) tidak populer lagi, hampir 85% transaksi ekspor menggunakan non-L/C. "Kami hanya bisa menyosialisasikan kebijakan ini pada nasabah kami," tambahnya.

Sumber Kontan membisikkan sektor minyak bumi dan gas merupakan sektor yang paling kencang menolak pemberlakuan aturan DHE. Penyebabnya, rendahnya kepercayaan eksportir pada kondisi keamanan negara sehingga ketika terjadi masalah eksportir tidak bisa melarikan dananya sementara permintaan ekspor minyak selalu tinggi serta dibiasakannya eksportir migas untuk memarkir dananya di luar negeri. "Tidak adanya trustee di Indonesia hanya alasan mereka saja," ujarnya.

Direktur Treasury dan Finansial Institution BNI Adi Setianto mengatakan sebenarnya tidak ada masalah dalam pelaporan dan identifikasi data nasabah. Masalahnya, eksportir masih enggan menaruh dananya di bank domestik karena mereka memiliki ekspektasi terhadap nilai tukar. "Kemarin, ketika kurs mencapai Rp 9.600 per dollar banyak eksportir yang menjual dolarnya kepada perbankan. Kami hanya dalam posisi menunggu saja secara sistem tak ada masalah," tukasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×