Reporter: Uji Agung Santosa |
JAKARTA. Penurunan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis premium dan solar dua kali pada Desember 2008 cukup efektif menurunkan tekanan inflasi. Walau inflasi inti pada bulan Desember 2008 masih positif 0,42%, namun secara keseluruhan pada bulan Desember 2008 terjadi deflasi sebesar 0,04% sehingga inflasi tahunan (yoy) sebesar 11,06%.
Penurunan harga BBM telah membuat tekanan harga di sektor transportasi, komunikasi dan jasa keuangan mengalami penurunan indeks sebesar 2,74%. Sedangkan kelompok bahan makanan, makanan jadi, minuman, rokok, sandang, kesehatan dan pendidikan tetap mengalami kenaikan indeks harga.
"Deflasi terjadi karena harga-harga yang diatur pemerintah turun, walau komoditi yang menganut harga pasar (inflasi inti) mengalami kenaikan harga," kata Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Ali Rosidi di Jakarta, Senin (5/01).Menurut Ali, tekanan inflasi yang rendah bahkan deflasi menunjukkan prestasi pemerintah untuk mengendalikan harga yang memang diatur oleh pemerintah seperti beras, minyak goreng, dan BBM.
Beberapa komoditi yang mengalami penurunan harga selama bulan Desember 2008 antara lain, bensin, daging ayam ras, telur ayam, bawang merah, minyak goreng, kelapa, besi beton dan solar. Sedangkan yang mengalami kenaikan harga adalah cabe merah, bahan bakar rumah tangga, emas perhiasan, beras, rokok, daging sapi, kontrak rumah, tarif air minum PDAM dan angkutan udara.
Dari 66 kota di Indonesia, tercatat 27 kota mengalami deflasi dan 39 kota mengalami inflasi. Deflasi tertinggi terjadi di Ambon sebesar 1,84% dan terendah di Pekanbaru dan Banjarmasin masing-masing 0,03%. Sedangkan inflasi tertinggi terjadi di Tarakan 1,68% dan terendah di Probolinggo dan Ternate masing-masing 0,02%.
Menurut Ali, penurunan harga BBM jelas akan menarik harga komoditi yang lain ke bawah. Hanya saja menurutnya, untuk menurunkan harga tarif angkutan tidak bisa begitu saja mengikuti penurunan harga BBM. Karena untuk menurunkan tarif harus ada keputusan resmi dari Dinas Perhubungan di daerah.
"Ada yang sudah menurunkan tarif, namun banyak juga yang masih belum menurunkan. Namun penurunan BBM telah menurunkan biaya transportasi dan penunjangnya," katanya.
Dengan adanya deflasi di bulan Desember, diharapkan otoritas moneter dalam hal ini Bank Indonesia bisa menurunkan suku bunga (BI rate). Tanpa penyesuaian suku bunga maka, menurut Ali, ekonomi nasional akan sulit berkembang.
Ekonom BNI Tony Prasetyantono membenarkan bahwa penurunan harga BBM menjadi faktor terpenting deflasi. Faktor lain adalah turunnya daya beli dan masyarakat yang mulai menahan diri untuk lebih berhati-hati dalam rangka mengantisipasi krisis. "Akibatnya demand menjadi turun, dan kemungkinan ini masih berlanjut pada Januari 2009," katanya.
Dengan penurunan permintaan itu, walaupun tidak akan terjadi deflasi, ia memperkirakan inflasi pada Januari 2009 akan rendah misalnya 0,1% atau 0,2%. Tekanan inflasi yang rendah berbeda dengan siklus inflasi Januari yang biasanya masih tinggi.
"Dengan fenomena ini, maka lebih mudah bagi BI untuk menurunkan BI rate. Bisa saja mereka menurunkan hingga 50 basis point menjadi 8,75%. Ini momentum yang tak boleh disia-siakan oleh BI," katanya.
Ketua Kadin Indonesia MS Hidayat mengatakan dengan angka deflasi pada Desember ini diharapkan suku bunga Bank Indonesia pada Januari 2009 nanti bakal turun sehingga menjadi 8,5% dari angka saat ini 9,25%. "Januari nanti tolong Bank Indonesia bisa menurunkan BI rate hingga 8,5%. Kalau Pak Budiono pasti maunya secara bertahap menjadi 9%, tapi kalau dunia usaha diturunkan menjadi 8,5%," katanya.
Ia mengatakan, keberatan BI lebih disebabkan akan menyangkut pada larinya investor untuk beli SBI. Namun menurut MS Hidayat, pemerintah sepertinya tidak takut lagi dengan inflasi karena demand yang turun tidak menjadi penyebab inflasi tinggi. "Pada Januari ini, seharusnya pemerintah bisa kembali menurunkan harga BBM bersubsidi termasuk premium dan solar termasuk realisasi stimulus dengan sektor yang tepat sasaran. Selain itu harus juga penurunan BI rate menjadi 8,5%. Itu yang akan menjadi kunci stabilisasi ekonomi di saat krisis," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News