Reporter: Anna Suci Perwitasari | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) mengaku tidak sanggup memberikan bunga kredit FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan) sesuai keinginan pemerintah. Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Perumahan Rakyat menetapkan bunga kredit FLPP di kisaran 5% - 6%.
"Perumahan (FLPP) itu masalah isu harga. Kalau diminta bunganya 5%, itu tidak masuk hitungan kami. Kami mau bunga di 7,2%," kata Direktur Utama BBNI, Gatot Suwondo saat ditemui di Jakarta, Senin (6/2).
Lebih lanjut, Gatot bilang, setiap usaha memiliki perhitungan sendiri, meskipun itu badan usaha milik negara (BUMN). Secara umum, perbankan menginginkan keuntungan dari setiap kredit yang diberikannya. "Masing-masing kan punya itungan sendiri. Dimana-mana usaha itu harus untung, masalah untung tebal tipis itu soal kedua. Tapi kalau sudah rugi, gimana?" ujarnya.
Dia menyebut, bahkan apabila pemerintah meminta bunga di level 6%, itu tetap tidak menguntungkan perseroan. "Kalau segitu pun nggak masuk, karena ini pembiayaan jangka panjang. Dan industri perbankan dalam negeri funding-nya short term (dananya jangka pendek)," urai Gatot.
Saat ini, menurut Gatot, tabungan BBNI sejumlah Rp 70 triliun, yang stable Rp 30 triliun - Rp 40 triliun. Menurutnya, pihak perusahaan mau membantu infrastruktur dan lainnya, tapi kalau semua ditujukan untuk rumah, terbilang berat. "Bunga 7,2% itu sudah best price, harga mentok, tipis untungnya," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News