Reporter: Agung Jatmiko | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Bagi nasabah Bank Central Asia (BCA) yang terlalu sering menggunakan fasilitas Anjungan Tunai Mandiri (ATM) di masa depan harus siap-siap mengerem aktivitas intip rekening di ATM. Pasalnya, BCA sedang menimbang untuk memberlakukan biaya bagi nasabah yang terlalu sering beraktivitas lewat ATM tanpa aktivtas tarik tunai atau transfer.
Hal ini diungkapkan oleh Presiden Direktur BCA, Jahja Setiaatmadja di tengah-tengah paparan kinerja BCA Kamis (3/3) di Hotel Indonesia Kempinski.
Menurutnya, penggunaan fasilitas ATM sejatinya tidak benar-benar membuat bank hemat biaya operasional, lantaran pengoperasian ATM ini justru bisa membuat bank jebol. Biaya yang dikeluarkan oleh bank ini tetap, meski aktifitas yang dilakukan hanya sekedar melihat-lihat saldo.
Ia menjelaskan, harga ATM milik BCA bervariasi, mulai dari US$ 5.000 hingga US$ 20.000 per unit. Nah, untuk ATM yang harganya US$ 20.000 saja, biaya penyusutan atau depresiasi per tahun bisa mencapai kisaran Rp 200 juta, belum ditambah dengan biaya perawatan atau maintenance.
Biaya maintenance ini diungkapkan oleh Jahja bisa mencapai Rp 144 juta per bulan. Besaran Rp 144 juta ini mencakup rental kios ATM di pusat-pusat perbelanjaan atau pembuatan kios ATM serta maintenance rutin yang mencakup cek rutin, listrik dan petugas kebersihan.
Ini diungkapkan Jahja baru biaya maintenance saja, sementara ada juga biaya yang dikeluarkan setiap kali nasabah menggunakan ATM, baik untuk transaksi maupun hanya cek saldo.
"Nah, kebayang bukan biaya yang harus dikeluarkan bank untuk mengoperasikan satu unit ATM saja. Padahal BCA punya ATM itu jumlahnya banyak, tersebar di mana-mana pula," kata Jahja.
Menurut penuturan Jahja, saat ini, BCA mengoperasikan sekitar 14.000 unit ATM di seluruh Indonesia. Artinya, jika menggunakan asumsi harga unit US$ 20.000 dan dipukul rata beban biaya satu ATM sebesar Rp 144 juta per tahun dikalikan dengan jumlah ATM, maka biaya operasional yang dikeluarkan BCA bisa mencapai Rp 2,01 triliun per tahun.
Nah, menyingkapi hal ini, BCA sedang melakukan evaluasi untuk mempertimbangkan pengenaan biaya kepada nasabah yang melakukan transaksi kosong, alias hanya melihat saldo di ATM. Namun, BCA tidak akan gegabah melakukan ini dan memperhitungkan sebanyak apa seorang nasabah melakukan intip rekening di ATM ini.
Sebab, menurut Jahja, ada nasabah yang dalam sebulan bia mengintip rekening tanpa melakukan transaksi sebanyak lebih dari sepuluh kali. Nah, jika jumlahnya terlalu banyak dalam satu bulan, maka BCA akan mengenakan biaya. Besarannya sendiri Jahja belum bisa memberitahukan karena ini masih dalam tahap pengkajian, masih berupa konsep.
"Kami tidak serta merta mengenakan biaya langsung begitu, tidak seperti itu. Saat ini masih dikaji konsepnya, mungkin enam bulan lagi bisa disosialisasikan hasil kajian kami ini," tutur Jahja.
Selain supaya pengeluaran bank untuk ATM ini bisa ditekan, konsep ini kata Jahja juga untuk mendorong nasabah BCA untuk melakukan transaksi digital. Bagi bank, penggunaan mobile banking memang jauh lebih mudah dan cepat serta bisa dilakukan kapan saja. Sementara bagi bank, jika nasabah melakukan transaksi lewat kanal digital, biayanya jauh lebih rendah.
"Lewat digital jauh lebih murah dan mudah. Kalau lewat digital, mau intip rekening saja tanpa transaksi juga bisa dilakukan berkali-kali, gratis. Bagi nasabah murah, bagi bank juga murah. Jadi, lebih mudah pakai mobile banking kan," kata Jahja.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News