Reporter: Selvi Mayasari | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan atau BI Rate sebesar 25 basis poin ke level 6,25%. Kenaikan suku bunga acuan BI dinilai akan mempengaruhi kinerja perbankan di Tanah Air.
Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI Sunarso mengatakan, perbankan harus memikul beban disebabkan oleh gejolak ekonomi ini, artinya perbankan harus ikut bersusah payah dalam mempertahankan likuiditas di tengah kenaikan suku bunga.
Sunarso menyebut perbankan secara umum harus mengikuti kenaikan suku bunga acuan, karena kenaikan suku bunga merupakan keputusan yang logis dan rasional karena menghadapi tantangan inflasi dan juga mengendalikan fluktuasi nilai tukar maka kemudian BI menggunakan instrumen suku bunga. Oleh karena itu, bank di pasar juga mengikuti.
Baca Juga: Penyaluran Kredit Perbankan ke Segmen Perorangan Melambat Pada Kuartal I-2024
"Dan dampaknya kita memikul beban disebabkan oleh gejolak ini dan harus dipikul ramai-ramai, artinya bank harus ikut bersusah payah dalam mempertahankan likuiditas di tengah kenaikan suku bunga," tambah Sunarso.
Walau demikian, hal tersebut tidak menjadi soal bagi bank pelat merah ini, tercermin dari LDR (loan to deposit ratio) mencapai 83,38% dan kredit tumbuh 10,89% menjadi Rp 10,89%. Dengan posisi keuangan tersebut, Sunarso optimistis BRI dapat mempertahankan likuiditas secara sehat dan mempertahankan pertumbuhan kredit dobel digit.
"BRI sebenarnya punya LDR yang memadai, jadi tidak ada isu likuiditas. Kami mampu tumbuhkan kredit lebih besar lagi karena LDR masih longgar," jelas Sunarso.
Secara konsolidasi, BRI telah membukukan laba bersih periode berjalan Rp 15,98 triliun, tumbuh 2,69% secara tahunan (yoy) pada kuartal I-2024, dari periode yang sama tahun lalu yang sebesar Rp 15,56 triliun.
Pencapaian tersebut tidak terlepas dari pendapatan bunga bersih sebesar Rp 35,95 triliun, naik 9,68% yoy dari setahun sebelumnya Rp 32,78 triliun. Kemudian, penyaluran kredit BRI tercatat sebesar Rp 1.308,65 triliun, tumbuh 10,89%.
Kualitas kredit pun terjaga dengan rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) gross sebesar 3,27% dan NPL net sebesar 1% per Maret 2024. BRI juga mencatatkan NPL coverage sebesar 214,26%.
Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja mengatakan BCA juga mengaku akan senantiasa melihat kebutuhan internal perusahaan dalam menentukan kebijakan bunga kredit dan bunga simpanan.
"Suku bunga BI kan benchmark, tidak harus selalu diikuti. Tergantung kondisi bank masing-masing. Kalau likuiditas baik, tidak perlu serta merta ikut naik (suku bunga)," kata Jahja.
Jahja menyebut, kendati suku bunga acuan BI naik, kinerja bank akan tetap moncer. Target kredit juga masih konservatif di kisaran 10% karena situasi dunia masih tidak menentu. Kondisi likuiditas maupun permodalan pun dinilai masih mencukupi. Saat ini rasio LDR BCA berada di kisaran 70%-71%.
Baca Juga: Direktur Utama BRI Sunarso Merespons Keputusan Kenaikan Suku Bunga BI
Secara konsolidasi BCA mencatatkan laba bersih senilai Rp 12,9 triliun sepanjang kuartal I 2024, naik 11,7% yoy. BBCA juga mencatat, kenaikan kinerja bottom line ditopang oleh penyaluran kredit yang tumbuh sebesar 17,1% yoy menjadi Rp 835,7 triliun per Maret 2024.
Adapun Presiden Direktur PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) Lani Darmawan menyebut, kenaikan suku bunga acuan memberikan dampak kepada biaya dana atau cost of fund (CoF).
"Saya kira, NIM pun akan tertekan pada semester I/2024 dan semester II/2024, hal ini akan turut mempengaruhi keuntungan perbankan," katanya.
Per Februari 2024, laba CIMB Niaga susut 4,69% menjadi Rp 948,88 miliar. Adapun kredit tumbuh 4,16% menjadi Rp 199,61 triliun.
Senior Vice President Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan menilai, dengan naiknya suku bunga acuan, pertumbuhan kredit akan tertekan dan kualitas kredit berpotensi turun atau NPL berpotensi naik, kinerja bank juga akan tertekan dampak dari kenaikan bunga.
"Namun bila bank cukup efisien harusnya bank dapat mengantisipasi kenaikan tersebut dan tidak perlu merevisi terlalu besar pertumbuhan kreditnya," kata Trioksa.
Menurutnya, yang perlu dilakukan bank adalah melakukan efisiensi dan menjaga kualitas kredit.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News