Reporter: Aulia Ivanka Rahmana | Editor: Noverius Laoli
"Asuransi properti individu biasanya tidak diperluas dengan jaminan banjir, sementara properti milik perusahaan sudah mencakup banjir, huru-hara, dan tanah longsor,” ujar Irvan kepada Kontan, Kamis (6/3).
Proses klaim asuransi properti diawali dengan pelaporan segera setelah kejadian. Perusahaan asuransi kemudian melakukan survei dan, jika diperlukan, menunjuk loss adjuster untuk menilai kerugian. Setelah ada kesepakatan dengan nasabah, klaim harus dibayarkan dalam waktu satu bulan.
Mengacu data Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), tahun lalu lini bisnis pertama yang mengalami lonjakan klaim adalah asuransi properti. Lini bisnis terbesar dari asuransi umum mencatat rasio klaim sebesar 27,8% pada 2024, meningkat dari tahun sebelumnya yang sebesar 25,5%.
Baca Juga: AAUI Catat Pendapatan Premi Asuransi Kesehatan Meningkat 77,2% pada 2024
Kemudian dari sisi kinerja, pendapatan premi asuransi properti meningkat 14,7% year on year (yoy) menjadi Rp 30,36 triliun pada 2024. Di saat yang sama, nilai klaim yang dibayarkan sebesar Rp 8,44 triliun atau meningkat 24,7% yoy.
Meski lonjakan klaim meningkat, Irvan menilai risiko banjir masih dapat diantisipasi oleh industri asuransi melalui pemetaan berbasis data historis.
“Asuransi tetap menawarkan perlindungan banjir karena risiko banjir tidak terjadi setiap tahun dan hanya melanda kawasan tertentu yang sudah bisa diantisipasi dengan pemetaan berbasis data historis,” katanya.
Dengan meningkatnya klaim, industri asuransi perlu menyeimbangkan strategi mitigasi risiko agar tetap mampu menawarkan perlindungan terhadap bencana alam tanpa membebani keuangan perusahaan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News