Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam kondisi pandemi Covid-19, risiko peningkatan non performing loan (NPL) semakin nyata. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bahkan mencatat per Februari 2021 posisi NPL gross ada di level 3,17% naik dari periode akhir 2020 sebesar 3,06%.
Walhasil, perbankan pun menyiapkan segala amunisi untuk menekan laju NPL. Salah satunya dengan memupuk pencadangan.
Hal ini yang membuat PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) getol menambah pencadangan. Direktur Keuangan BNI Novita Widya Anggraini menjelaskan, pembentukan pencadangan juga menjadi kewajiban bagi bank dalam rangka memenuhi ketentuan PSAK 71.
Baca Juga: Akulaku Finance tingkatkan kolaborasi dengan Bank Jago
"Dalam aturan ini sudah memutuskan forward looking atau expected loss. Makanya ada kenaikan signifikan dari sisi CKPN," ujarnya di Jakarta, Senin (29/3).
Menurut catatan perseroan untuk posisi Desember 2020 pihaknya telah membentuk CKPN sebesar Rp 16,2 triliun. Dampak dari pembentukan tersebut adalah saldo awal laba ditahan Bank BNI berkurang sebesar Rp 12,9 triliun hingga tahun 2020 dari posisi semula Rp 79,7 triliun menjadi Rp 66,8 triliun.
Menurutnya di tahun ini BNI tentu akan memperkuat sisi pencadangan, sesuai dengan aturan PSAK 71. "Dalam aturan ini CKPN dihitung dari expected loss. Hal itu bergantung pada perkembangan makro ekonomi," imbuhnya.
Sekadar informasi, tahun lalu BNI mencatat posisi NPL meningkat sebesar 2% secara year on year (yoy) menjadi 4,3% dari periode setahun sebelumnya 2,3%. Perseroan juga mencatatkan posisi loan at risk (LAR) naik sekitar 19,3% menjadi 28,7% dari posisi 2019 yang berada di level 9,4%.
Baca Juga: BTN dan Muamalat klaim lebih dari 90% nasabah sudah menggunakan kartu debit chip
Kenaikan itu tentunya berkaitan langsung dengan meningkatnya tren restrukturisasi kredit di tengah pandemi. Alih-alih untuk menekan laju NPL, BNI pun telah meningkatkan rasio pencadangan hingga ke level 182,4% tahun lalu atau naik 48,9% secara tahunan.
Sama halnya dengan PT Bank Mandiri Tbk yang berencana untuk menambah pencadangan opsional tahun ini sebesar Rp 1 triliun. Utamanya, cadangan tersebut akan dipakai untuk debitur restrukturisasi terdampak Covid-19.
Meski begitu, Direktur Manajemen Risiko Bank Mandiri Ahmad Siddik Badruddin menegaskan, tahun ini memproyeksi kemampuan membayar debitur bakal meningkat.
Sebab di tahun lalu, jumlah kredit yang berpotensi menjadi NPL telah menurun. Akhir tahun 2020, Bank Mandiri memprediksi sekitar 10%-11% dari kredit yang direstrukturisasi berpotensi downgrade jadi kredit bermasalah.