Reporter: Nina Dwiantika, Dea Chadiza Syafina | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Bank Indonesia (BI) mempertimbangkan merevisi aturan yang mewajibkan bank mengucurkan 20% portofolio kredit ke sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). BI melihat, terjadi kenaikan rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) UMKM seiring aksi bank mengejar target tersebut.
Halim Alamsyah, Deputi Gubernur BI, mengatakan, akan mengundur waktu wajib memenuhi ketentuan tersebut, dari yang semula tahun 2018. Tujuannya, agar bank tidak jor-joran menyalurkan kredit UMKM dan mempertimbangkan risiko.
"Kenaikan NPL UMKM terbesar terjadi pada kelompok Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) 1 dan 2," kata Halim, Kamis (8/5). Sekadar informasi, bank di kategori BUKU 1 memiliki modal inti di bawah Rp 1 triliun, sedangkan BUKU 2 bermodal antara Rp 1 triliun - Rp 5 triliun.
Lanjutnya, NPL UMKM terkerek naik tersebut diduga karena kenaikan suku bunga kredit, penurunan pendapatan masyarakat, persaingan penyaluran kredit antar bank, serta persaingan barang dan jasa dari luar negeri, seperti dari China, sehingga masyarakat memiliki harga barang yang lebih murah daripada meminjam bank.
Halim bilang, saat ini BI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan melakukan penelitian fenomena kenaikan NPL UMKM pada BUKU 1 dan BUKU 2, apakah hanya pada bank-bank tertentu saja. Atau kenaikan kredit macet ini bakal menyeluruh pada kelompok bank lain. "Kami akan mengatasi agar NPL tidak lagi terjadi lonjakan pada waktu berikutnya. Meskipun akan dibatasi, jangan sampai akses pinjaman UMKM menurun," tambah Halim.
Misalnya, Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (Bank BJB) mencatat, kenaikan NPL gross sebesar 16,4% pada segmen kredit mikro. Bien Subiantoro, Direktur Utama Bank BJB, mengatakan, pihaknya akan berfokus pada NPL kredit mikro yang dianggap masih cukup tinggi. "NPL kredit mikro saat ini 16% pada kuartal I-2014. Kami upayakan pada kuartal II-2014, bisa menjadi 10%," kata Bien.
Dia bilang, untuk memperbaiki kredit macet pada segmen kredit ini, Bank BJB akan memperbaiki dan menyempurnakan proses pemberian kredit dan modelnya. Dengan kondisi yang dialami BJB saat ini, perseroan akan lebih menerapkan prinsip kehati-hatian, karena potensi kredit bermasalah (NPL) masih menghantui di tengah kondisi ekonomi yang belum kondusif.
Minhari Handikusuma, Direktur Perbankan Mikro Bank Danamon Indonesia, mengatakan, pihaknya akan terus menurunkan kredit bermasalah, caranya adalah dengan meninjau secara langsung pengusaha-pengusaha UMKM, agar bank mengetahui kondisi dan risiko pengusaha. Misalnya, untuk NPL kredit mikro sebesar 5,8% per Maret 2014, dari periode yang sama ditahun sebelumnya senilai 5,7%. "Kami menargetkan NPL mikro di bawah 4%," kata Minhari.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News