Reporter: Roy Franedya |
JAKARTA. Bank Indonesia (BI) memang masih menggodok model bisnis yang sesuai dalam penerapan branchless banking (kantor virtual) untuk menjalankan finansial inklusif. Tetapi, otoritas moneter dan perbankan ini lebih berharap model yang digunakan adalah bank led telco model atau bank yang menjadi penggerak utama. Deputi Gubernur BI, Ronald Waas mengungkapkan hal ini dalam seminar sistem pembayaran, Selasa (6/8).
Menurut Ronald hal-hal yang berhubungan dengan uang harusnya lebih dekat dengan bank, kendati dalam branchless banking transaksi yang ditangani dalam jumlah kecil. "Transaksi dengan nominal kecil jika dilakukan oleh banyak orang pasti nominalnya menjadi besar. Selain itu, di belakang transaksi ini ada sistem kliring yang harus menerapkan kehati-hatian dan manajemen resiko yang ketat," jelas Ronald.
Saat ini ada dua model branchless banking yang berkembang di dunia. Keduanya sukses meningkatkan akses masyarakat miskin terhadap layanan perbankan.
Pertama, bank led telco. Dalam model ini bank menjadi pionir melayani masyarakat dengan memanfaatkan dukungan perusahaan telekomunikasi dan agen diperluas. Antara lain merchant atau toko.
Model ini sukses diterapkan di Brasil. Indikatornya, sistem ini berhasil merangkum 19 juta rekening dalam 4 tahun dengan perputaran dana lebih dari US$ 100 miliar. Semua lapisan masyarakat sudah dapat menikmati jasa dan produk perbankan.
Kedua, telco led model. Dalam model ini, perusahaan telekomunikasi bertindak sebagai inisiator karena kemampuan teknologi dan agen penjual pulsa yang sudah tersebar hingga kepelosok.
Pada skema ini, posisi bank sebagai pendukung perusahaan telekomunikasi. Kelemahan konsep ini adalah dana nasabah tidak mendapatkan bunga dan tidak dijamin Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Selain itu, nasabah juga tidak memperoleh kredit. Namun, dengan segala kelemahannya itu, model ini sukes besar ketika diterapkan di Kenya, Afrika. Angka kemiskinan berhasil ditekan.
Ronald menambahkan, aturan branchless banking akan meluncur pada akhir tahun 2012 dalam bentuk Peraturan Bank Indonesia (PBI). Selain mengatur tentang model bisnis, aturan ini juga akan menegaskan tentang persyaratan pengunaan agen serta perlindungan nasabah.
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Kominukasi dan Informatika, Ashwin Sasongko, mengatakan dalam pengaturan financial incusion (keuangan untuk semua) pihaknya akan mengatur mengenai standar teknologi informasi (TI) dan BI yang mengatur mengenai kehati-hatian dalam memberikan izin.
Pengamat perbankan, Umar Djuoro, mengatakan finansial inklusif bisa mendorong efisiensi di perbankan karena bank mendapatkan banyak dana murah. "Namun yang menjadi masalah bagaimana supervisinya. TI dan komunikasi berkembang dengan cepat, bila regulator tidak bisa memantau dengan baik maka bisa jadi sumber masalah bagi bank," tukasnya. n
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News