Reporter: Nina Dwiantika | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Bank Indonesia (BI) belum akan mengambil langkah untuk melarang transaksi alat pembayaran melalui mata uang virtual Bitcoin. BI beralasan, volume dan nilai transaksi melalui Bitcoin belum besar, seperti transaksi alat pembayaran di kartu kredit atau debit. Padahal, Malaysia dan China sudah melarang masyarakat untuk menggunakan alat pembayaran melalui Bitcoin.
"Bitcoin bukan alat pembayaran, kami tidak melarang tapi melalui Undang-Undang mata utang itu tidak sah," kata Peter Jacob, Direktur Departemen Komunikasi BI, Kamis (6/2). BI mengimbau agar masyarakat tidak melakukan transaksi menggunakan Bitcoin karena risikonya tinggi, misalnya ketika terjadi penipuan atau fraud di Bitcoin itu menjadi tanggungjawab masyarakat bukan Bank Sentral.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, serta Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 yang kemudian diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang No. 6 Tahun 2009, maka BI menyatakan bahwa Bitcoin dan virtual currency lainnya bukan merupakan mata uang atau alat pembayaran yang sah di Indonesia. "Masyarakat diimbau untuk berhati-hati terhadap Bitcoin dan virtual currency lainnya," tambahnya.
Sayangnya, BI belum melakukan penelusuran penggunaan alat bayar Bitcoin di Indonesia, sehingga tidak ada data jumlah dan pengguna (user) yang memberikan pelayanan mata uang digital yang pertama kali diperkenalkan pada 2009. "Sejauh ini, kami baru menerima informasi penggunaan Bitcoin dibeberapa tempat seperti hotel, restoran dan e-commerce," tambah Peter.
Meski penggunaan Bitcoin di Indonesia belum seluas di negara lain, bukan berarti tak ada transaksi jual-beli Bitcoin. Sebuah perusahaan online bernama ArtaBit yang berbasis di Bandung menawarkan jual-beli Bitcoin sejak Juni lalu. Inilah bursa perdagangan Bitcoin pertama di Indonesia dan yang pertama menggunakan mata uang rupiah.
Darmadi Sutanto, Ketua Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) berpendapat, langkah BI terbilang tepat, namun Bank Sentral selaku regulator harus melakukan edukasi kepada masyarakat mengenai risiko bertransaksi menggunakan Bitcoin yang tidak berlandasan hukum. "Jika BI melarang Bitcoin, kemudian ke depan ada produk baru lainnya yang mirip seperti Bitcoin," ucap Darmadi.
Menurutnya, produk yang tidak dijamin oleh regulator tersebut tidak menguntungkan masyarakat meskipun Bitcoin menjadi alat investasi yang menggiurkan. Sebab, tidak ada produk investasi yang memberikan keuntungan hingga 100%. "Masyarakat harus hati-hati dalam menggunakan Bitcoin saat melakukan transaksi," tambah Darmadi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News