Reporter: Ruisa Khoiriyah | Editor: Test Test
JAKARTA. Bank Indonesia (BI) tidak mengelak jika sampai kini praktek window dressing atau memoles laporan keuangan agar tampak cantik masih terjadi di industri perbankan. Tetapi mereka tak diam saja. BI akan terus mengetatkan pengawasan agar praktek window dressing tidak menjadi kebiasaan buruk yang akan mempengaruhi kualitas informasi di sektor industri strategis itu.
Deputi Gubernur BI Budi Rochadi mengungkapkan, window dressing di perbankan saat ini sebenarnya sudah tidak banyak. "Bank-bank besar umumnya tidak melakukan, hanya bank-bank kecil saja yang masih," ungkapnya di Jakarta, Rabu (28/4). Praktek window dressing ini dilakukan misalnya dengan membikin rasio-rasio seperti rasio kredit bermasalah dan rasio kecukupan modal menjadi lebih cantik. tetapi menurutnya, pengawas BI dipastikan mengetahui praktek-praktek seperti itu. "Kami periksa, dan ada dendanya kalau ketahuan. Denda dikenakan per item data, "jelas Budi.
Sayangnya, Budi tak menyebut nama-nama bank kecil yang masih melakukan praktek terlarang tersebut. Seperti diketahui, istilah window dressing dalam dunia keuangan dilakukan melalui rekayasa akuntansi. Aksi ini sebagai upaya menyajikan gambaran keuangan yang lebih baik daripada fakta yang sebenarnya. Misalnya, dengan menetapkan aktiva atau pendapatan terlalu tinggi dan membanderol kewajiban atau beban dengan nilai rendah dalam laporan keuangan. Umumnya, praktek window dressing dilakukan menjelang akhir tahun atau tutup buku.
Budi bilang, dalam waktu dekat memang BI belum akan mengeluarkan kebijakan baru untuk meminimalisir praktek window dressing di perbankan. "Sementara ini kami perbaiki melalui laporan bulanan," katanya.
Direktur Korporasi Bank Mandiri Riswinandi menuturkan, window dressing sudah ditinggalkan oleh pelaku industri sektor perbankan. "Kami sudah hindari itu. Tidak pernah dengar lagi terjadi sekarang. Di Mandiri, praktek Good Corporate Governance selalu dijaga. Kita tahu, sekarang infrastruktur sudah lebih baik demikian juga sistem pengawasan," ujarnya.
Sekjen Perbanas Farid Rahman menambahkan, kendala yang dihadapi bank kecil dalam menyajikan laporan keuangan lebih banyak di persoalan teknologi informasi (IT). "Bukan motif window dressing. Kita tahu kemampuan belanja bank skala kecil untuk kebutuhan IT terbatas, bukan berarti mereka tidak mau patuh dengan ketentuan bank sentral. Mereka butuh peningkatan teknologi secara bertahap,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News