Sumber: KONTAN | Editor: Didi Rhoseno Ardi
JAKARTA. Bank Indonesia (BI) akan menggelar transaksi gadai atau repurchasing agreement (repo) Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). Transaksi gadai SBSN ini merupakan instrumen operasi moneter syariah yang terbaru. Melalui instrumen ini, BI akan mengatur kecukupan likuiditas di bank syariah.
Ketentuan itu termuat dalam Surat Edaran BI Nomor 10/44/DPM tentang Tata Cara Transaksi Repo SBSN dengan BI. Aturan tentang gadai SBSN ini mulai berlaku sejak 10 Desember 2008 kemarin.
Mekanisme repo SBSN hampir setali tiga uang dengan cara repo Surat Utang Negara (SUN) untuk bank konvensional. Hanya saja, repo SBSN berdasarkan atas akad jual beli yang disertai dengan janji bahwa bank akan membeli kembali SBSN dari BI dalam jangka waktu dan harga yang disepakati.
Gadai surat berharga syariah negara ini memiliki jangka waktu paling lama 14 hari. BI mengenakan tingkat bagi hasil sebesar bunga acuan BI rate plus marjin 50 basis poin atas dana yang dipinjam.
Itu berarti, bank syariah yang membutuhkan likuiditas saat ini menggadaikan SBSN dengan marjin bagi hasil sekitar 9,75%. "Bunga yang dikenakan juga sama seperti repo konvensional. Jadi, tidak ada perbedaan pengenaan bunga," kata Direktur Perbankan Syariah Bank Indonesia Ramzi A Zuhdi, akhir pekan lalu.
SBSN yang boleh digunakan untuk repo adalah yang tercatat dalam rekening perdagangan surat berharga di BI. SBSN tersebut juga harus punya sisa jangka waktu minimal 10 hari setelah repo SBSN jatuh tempo.
Nah untuk bank syariah yang membatalkan transaksi repo SBSN, bank sentral akan menjatuhkan sanksi. Bentuk sanksi beraneka, mulai dari teguran hingga denda setinggi-tingginya Rp 1 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News