kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

BI mengajukan dua opsi bank khusus


Jumat, 26 April 2013 / 08:29 WIB
BI mengajukan dua opsi bank khusus
ILUSTRASI. Drama Korea terbaru Dr. Brain di Apple TV+.


Reporter: Nina Dwiantika |

JAKARTA. Bank Indonesia (BI) akhirnya angkat bicara terkait maraknya permintaan pembentukan bank khusus. Regulator  bank ini mengajukan dua pendekatan dalam pendirian bank khusus.

Pertama, mendirikan bank khusus melalui bank dengan dua cara, yakni mendirikan bank baru seperti Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) atau penugasan khusus kepada bank pemerintah.

Kedua, memperkuat lembaga pembiayaan yang sudah ada saat ini. Contohnya, Indonesia Infrastructure Finance (IIF), Sarana Multi Infrastruktur (SMI) atau Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).

Namun kedua pendekatan ini memiliki kekuarangan dan kelebihan. Pendirian bank khusus menguntungkan karena memiliki dasar hukum, dalam jangka panjang sustainable dan memiliki kewenangan untuk mencari sumber dana dan menyalurkan pembiayaan yang lebih variatif.

Kelemahan pendirian bank baru membutuhkan modal besar. Selain itu, membutuhkan waktu yang lebih panjang sebab memerlukan sumber daya yang cukup besar dan kualifikasi khusus dan perlu undang-undang (UU) khusus. Maklum, dalam UU Perbankan hanya diakui bank perkreditan rakyat (BPR) dan bank komersial.

Jika opsi memanfaatkan bank BUMN, implementasi akan cepat, karena sudah memiliki sistem prosedur, sumber daya dan teknologi.

 Jika opsi yang diambil lembaga non-bank, kendala yang harus dihadapi adalah tidak boleh mengumpulkan dana pihak ketiga (DPK). Artinya, pemilik harus menyuntikkan dana terus-menerus.

Asisten Gubernur BI, Mulya Effendy Siregar, mengatakan pembentukan bank khusus memang memiliki urgensi, terutama di sektor infrastuktur. Apalagi, pemerintah memiliki Program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). "Tetapi perlu diperhatikan bagaimana manajemen risikonya dan mitigasi risikonya," ujar Mulya, Kamis (25/4).

Ketua Umum Perhimpunan Bank-Bank Nasional (Perbanas), Sigit Pramono, mengungkapkan, Indonesia memang membutuhkan bank khusus dan sudah seharusnya masuk dalam UU Perbankan baru. Alasannya, pada praktiknya sudah ada bank khusus misalnya, bank syariah dan bank pembangunan daerah (BPD), yang melayani masyarakat daerah tertentu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×