kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

BI Menilai Aturan Repatriasi Ekspor Tak Akan Efektif


Senin, 08 Februari 2010 / 12:16 WIB
BI Menilai Aturan Repatriasi Ekspor Tak Akan Efektif


Reporter: Ruisa Khoiriyah | Editor: Johana K.

JAKARTA. Indonesia harus meningkatkan penerimaan luar negeri berdenomasi valuta asing (valas) jika ingin mengerek peringkat menjadi Investment Grade. Bank Indonesia (BI) yang bertindak sebagai investor relations Indonesia untuk para investor asing terus melakukan kajian terkait upaya menaikkan rating ini.

Head Foreign Debt Analysis and Investor Relations Direktorat Internasional BI Peter Jacobs menuturkan, dalam menentukan peringkat sebuah negara, lembaga pemeringkat akan selalu melihat tingkat kemampuan dan kemauan suatu negara dalam membayar utang luar negerinya. Dus, "Jika sebuah negara persediaan valasnya cukup banyak, maka itu bisa menjadi salah satu cermin kemampuan dia dalam membayar utang luar negeri," ujarnya di Jakarta, akhir pekan lalu (5/2).

Ketersediaan valas di dalam negeri sejatinya bisa dilakukan dengan pemberlakuan aturan repatriasi ekspor seperti yang sudah banyak diterapkan di negara-negara lain. Indonesia, sampai saat ini termasuk negara yang tidak mewajibkan hasil ekspor kembali ke dalam negeri.

Lantaran tak ada kewajiban tersebut, banyak dari para eksportir yang lebih senang memarkir dananya di negara-negara lain seperti Singapura. Ini ironis, mengingat para eksportir tersebut sudah mendapatkan uang dari hasil mengeruk sumber daya alam domestik, namun uangnya tidak selalu kembali ke dalam negeri.

Namun, BI menilai aturan repatriasi ekspor tidak mendesak. Peter menuturkan, adanya kebijakan capital control seperti repatriasi ekspor hanya akan membuat para investor tidak nyaman. "Maka itu kami menilai akan lebih baik untuk fokus pada penjagaan kondisi makro supaya investor tetap tertarik datang," jelasnya.

Ketimbang memberlakukan aturan repatriasi ekspor untuk menggenjot ketersediaan valas di dalam negeri, BI menilai masih banyak hal yang bisa dilakukan untuk itu. Misalnya, ungkap Peter, adalah dengan mengoptimalkan ekspor, memperbaiki infrastruktur sehingga investor asing semakin tertarik menanam uangnya di sini.

Selain indikator tersebut, indikator lain yang juga menjadi pertimbangan pengerekan rating adalah rasio utang luar negeri terhadap GDP. Berdasarkan data dari Fitch, rasio utang luar negeri Indonesia terhadap GDP adalah sebesar 30%.

Angka ini, kata Peter, sudah lazim dimiliki oleh negeri dengan peringkat Investment grade. "Melihat beberapa indikator tersebut, Indonesia sebenarnya sudah cukup layak masuk menjadi peringkat investment grade," kata Peter.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×