Reporter: Dea Chadiza Syafina | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Bank Indonesia memutuskan untuk menaikkan tingkat suku bunga acuan atau BI rate sebesar 25 basis points (bps) dari 7,25% menjadi 7,50%, pada Selasa (12/11).
Selain menaikkan BI rate, BI juga menaikkan suku bunga lending facility dan suku bunga deposit facility masing-masing sebesar 25 bps menjadi secara berurutan 7,5% dan 5,75%.
Dengan naiknya suku bunga dana tersebut, maka biaya dana atau cost of fund bakal naik. Perseroan pun akan mentransmisikannya melalui kenaikan bunga kredit atau pinjaman.
Meski begitu, ekonom Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Mochammad Doddy Ariefianto bilang, lembaga keuangan perbankan tak bisa langsung menaikkan suku bunga kredit atau pinjamannya.
Alasannya adalah; pertama, terdapat beberapa tipe kredit. Doddy mencontohkan, kredit pemilikan rumah (KPR). Bunga kredit ini tak bisa langsung disesuaikan dengan kenaikan BI rate.
Selain itu, terdapat kredit investasi dimana terdapat masa tenggang atau grace period, dimana debitur belum harus bayar bunga selama beberapa waktu.
Kedua, kompetisi untuk mendapatkan debitur yang mumpuni, lebih ketat. Karena itu, menurut Doddy, bank tak bisa serta merta menaikkan bunga kreditnya.
"Daripada risiko kehilangan debitur bagus, lebih baik suffer (menderita) mendapatkan margin sedikit. Deposan banyak, tapi debitur yang baik sedikit. Jadi harus dijaga. Ini sensitive," jelas Doddy, Rabu (13/11).
Sementara itu, untuk suku bunga dana pihak ketiga (DPK) lebih cepat penyesuaiannya. Doddy mencontohkan, untuk deposito misalnya, bank akan bersedia menyesuaikan suku bunga deposito sebesar 150 bps untuk dana di atas Rp 500 juta.
"Per level bank, kalau bicara bunga atas, sudah full sekarang. Tapi tidak bisa pukul rata semua bank," ujar Doddy.
Dengan naiknya suku bunga dana, pendapatan dari biaya kredit akan melambat. Maka diperkirakan, net interest margin (NIM) perbankan akan tergerus selama enam sampai 12 bulan. Selain itu, secara keseluruhan rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) 2014, cenderung naik.
Meski begitu, tak serta merta pembiayaan kredit normal bisa berubah menjadi NPL, karena ada beberapa tahapan. Doddy memperkirakan, sekitar Mei-Juni 2014 nanti, diperkirakan ada kenaikan NPL menjadi 2,3%.
Penyumbang NPL diproyeksikan adalah kredit sektor mining atau pertambangan dan juga agribisnis. Menyusul selanjutnya yang mengalami kenaikan NPL adalah kredit sektor manufaktur serta konstruksi.
"Biasanya kalau kita belajar, gejolak seperti ini, Juni-September mengalami gejolak. Pengalaman 2008 juga seperti itu. Dalam 6-9 bulan, NPL naik," ujar Doddy.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News