Reporter: Selvi Mayasari | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Bank Indonesia (BI) akhirnya memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan atau BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi 6,25% pada April 2024. Suku bunga deposit facility naik ke posisi 5,50% dan lending facility sebesar 7%.
Ini merupakan kenaikan BI rate yang pertama tahun ini, setelah terakhir kali BI menaikkan suku bunga pada bulan Oktober 2023.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, kenaikan BI rate tersebut dilakukan untuk memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah.
“Ini untuk memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah dari dampak meningkat ketidakpastian global," ujar Perry saat konferensi pers Rapat Dewan Gubernur Bulanan BI, Rabu (24/4).
Baca Juga: Skenario Terburuk BI, The Fed Berpotensi Baru Menurunkan Suku Bunga pada 2025
Menanggapi hal tersebut Presiden Direktur Bank Central Asia (BCA) Jahja Setiaatmadja mengatakan, bahwa hal tersebut betul-betul sangat tepat, karena bisa Simpan reserve dollar dan bisa menambah kepercayaan investor.
Jahja juga menyorot perbandingan rentang kenaikan bunga acuan BI dan bank sentral Amerika Serikat Federal Reserve (The Fed). Selama ini, kenaikan Fed Fund Rate (FFR) sebesar 5% sementara BI baru 2,5%.
"Gap kenaikan Bunga Fed yang 5% dengan BI yang baru 2,5% selama ini sudah sangat bagus dan hebat sekali," kata Jahja.
Walau demikian, Jahja mengaku BCA belum langsung menaikkan bunga dan akan memantau kebutuhan internal perusahaan terlebih dahulu.
Sementara Corporate Secretary Bank Mandiri Teuku Ali Usman menilai, kebijakan BI untuk menaikkan suku bunga acuan BI-7DRRR merupakan langkah pre-emptive dan ahead the curve Bank Sentral untuk memastikan stabilitas ekonomi dan pasar keuangan tetap terjaga di tengah risiko global yang meningkat.
Risiko ini termasuk konflik geopolitik di Timur Tengah dan potensi tertundanya kemungkinan penurunan tingkat suku bunga Amerika Serikat atau Fed Fund Rate (FFR).
"Dalam hal ini, kami menilai terjaganya stabilitas keuangan sangat penting bagi sektor keuangan khususnya perbankan dan ekonomi secara makro agar dapat menerapkan strategi yang lebih baik dan prudent, di tengah berbagai ketidakpastian dan fluktuasi global," katanya.
Adapun Direktur Bank Oke Indonesia Efdinal Alamsyah menyebut, kenaikan BI Rate cukup efektif untuk meredam pergolakan nilai tukar rupiah terhadap USD.
Baca Juga: BI Rate Naik, BI: Ada Perubahan Arah Penurunan Suku Bunga The Fed
"Secara historical kenaikan suku bunga acuan, biasanya lebih cepat diikuti oleh kenaikan suku Bunga DPK, khususnya deposito, akan tetapi suku bunga kredit tidak akan serta merta mengalami kenaikan, sebab penyesuaian suku bunga kredit juga tergantung faktor faktor lainnya," jelasnya.
Untuk menjaga stabilitas dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di tengah peningkatan ketidakpastian pasar keuangan global, Bank Indonesia terus memperkuat bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran
Menurut Efdinal, semua kebijakan moneter pasti sudah dipertimbangkan dengan baik oleh BI, dan dapat dipastikan memberikan dampak terhadap nilai tukar.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede juga melihat keputusan BI untuk menaikkan BI-rate bulan ini lebih didorong oleh faktor eksternal, yang saat ini penuh dengan ketidakpastian, dibandingkan dengan kondisi domestik.
"Dari sisi inflasi, dalam jangka pendek, terutama di semester I 2024, inflasi diperkirakan akan tetap tinggi karena peningkatan inflasi pangan terkait dengan fenomena El Niño. Namun, pada semester II 2024 kami mengantisipasi bahwa tekanan dari inflasi pangan akan mulai berkurang," ungkapnya.
Ketahanan eksternal dari sisi neraca perdagangan juga disebut Josua masih cukup kuat, sejalan dengan berlanjutnya surplus perdagangan hingga kuartal I 2024, meskipun dalam tren yang menurun. Pihaknya melihat pelebaran defisit transaksi berjalan (CAD) tahun ini masih dalam level yang wajar dan terkendali.
"Oleh karena itu, kami melihat keputusan untuk menaikkan BI-rate di bulan April 2024 terutama ditujukan untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah untuk memitigasi risiko imported inflation dan mengurangi arus keluar modal dari pasar portofolio," katanya.
Kondisi ekonomi global yang masih belum menentu (seperti penguatan ekonomi AS yang meningkatkan risiko skenario higher-for-longer dimana saat ini pasar menggeser ekspektasi pemangkasan suku bunga acuan The Fed dari Juni 2024 menjadi September 2024, serta ketidakpastian yang masih berlangsung terkait kondisi geopolitik di Timur Tengah yang memicu risiko kenaikan harga minyak dunia) membuat BI perlu melakukan langkah antisipatif di luar intervensi di pasar valuta asing untuk memperkuat kendali atas stabilitas Rupiah.
Menurutnya, ke depan, arah kebijakan moneter BI terkait suku bunga kebijakan diperkirakan akan sangat bergantung pada perkembangan ekonomi global, terutama di AS dan Timur Tengah.
Josua menuturkan, sebelumnya, BI menyatakan bahwa keputusan untuk memangkas BI-rate tidak akan bergantung pada keputusan The Fed terkait suku bunga kebijakannya. Namun, pada pertemuan 24 April, tone pernyataan BI tampaknya telah berubah.
"Kami mengantisipasi bahwa arah pergerakan BI-rate ke depan akan sangat dipengaruhi oleh arah pergerakan suku bunga acuan The Fed. Ruang penurunan BI-rate akan terbuka setelah The Fed melakukan pemangkasan suku bunga acuan," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News