Reporter: Dea Chadiza Syafina | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Sebagai langkah menghindari risiko currency mismatch di sektor korporasi, Bank Indonesia (BI) menyosialisasikan peraturan tentang Prinsip Kehatian-hatian dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri (ULN) Korporasi Nonbank kepada perusahaan debitur ULN.
Menurut Gubernur BI, Agus Martowardojo, ketentuan tersebut dirilis agar korporasi nonbank dapat memitigasi risiko yang dapat timbul dari kegiatan ULN sehingga mampu berkontribusi optimal terhadap perekonomian nasional tanpa menimbulkan gangguan pada kestabilan ekonomi. Aturan ini sejalan dengan tingginya utang di sektor korporasi yang terjadi dalam 2-3 tahun terakhir.
Peraturan Bank Indonesia (PBI) mengenai ULN di sektor korporasi akan keluar pada awal November 2014. Oleh sebab itu Bank Indonesia melakukan pertemuan dengan Chief Eksekutif Officer (CEO) sektor korporasi untuk melakukan sosialisasi PBI mengenai penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan ULN korporasi nonbank.
Agus menambahkan, sektor korporasi harus mulai mengelola utangnya dengan baik, karena jika tidak, maka Indonesia bisa mengalami krisis. "Tentu kita tidak ingin situasi tahun 1997 dan 1998 terulang. Saat itu bahkan kita dianggap tidak tahu utang disektor mana saja, kita tidak tahu currency-nya dan akhirnya krisis," jelas Agus di Gedung BI, Kamis (30/10).
Lebih lanjut dia mengatakan, ketentuan BI ini tidak dimaksudkan sebagai upaya melarang, menghambat atau membatasi kegiatan ULN, terutama risiko nilai tukar, risiko likuiditas dan risiko utang yang berlebihan (over leverage). Korporasi tetap dapat melakukan ULN namun dengan disertai pelaksanaan prinsip kehati-hatian dalam kegiatannya.
"Sebenarnya utang itu tidak masalah selama korporasi bisa mengelolanya dengan baik. Utang tidak apa-apa, tapi harus sehat, ini tanggung jawab kita semua," kata Agus.
Dalam PBI tersebut nantinya setiap korporasi diwajibkan untuk menyiapkan dana valas sebelum jatuh tempo utangnya. Penyediaan dana tersebut direncanakan minimal 60 hari sebelum jatuh tempo. BI menyoroti ULN korporasi lantaran potensi currency mismatch menjadi salah satu pemicu risiko default. Pasalnya, jika itu terjadi, maka stabilitas sistem keuangan dapat terganggu.
Berdasarkan catatannya Utang Luar Negeri Indonesia pada akhir Agustus 2014 sebesar US$ 290,4 miliar atau tumbuh 11,2% dibandingkan dengan posisi Agustus 2013. Posisi ULN pada akhir Agustus 2014 tersebut terdiri dari ULN sektor publik sebesar US$ 134,2 miliar (46,2% dari total ULN) dan ULN sektor swasta US$ 156,2 miliar (53,8% dari total ULN).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News