Reporter: Galvan Yudistira | Editor: Sofyan Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) mewaspadai potensi risiko suku bunga acuan pada tahun ini dan beberapa tahun ke depan. Hal ini seiring dengan naiknya suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat dan beberapa negara seperti Inggris dan Kanada.
Mirza Adityaswara, Deputi Gubenur Senior BI mengatakan, tahun ini bank sentral mewaspadai risiko kenaikan suku bunga. "Karena suku bunga acuan Amerika Serikat dan beberapa negara lain sudah naik," kata Mirza kepada Kontan.co.id, Senin (2/4).
Untuk itu, BI berusaha menjaga inflasi dan defisit neraca berjalan. Untuk inflasi, BI menargetkan tahun ini akan terjaga di angka 2,5% sampai 4,5%. Terakhir, inflasi tercatat sebesar 3,2% .
Menurut Mirza inflasi erat kaitannya dengan kegiatan demand dan supply sektor rill. Dengan inflasi yang stabil, bank sentral bisa lebih mudah untuk mengontrol suku bunga acuan.
Sedangkan untuk defisit neraca berjalan, BI akan menjaga di angka 2,5%. Menurut Mirza, pada 2018 ini lebih banyak negara yang menaikkan suku bunga acuan dibanding 2017.
Untuk defisit neraca berjalan, menurut Mirza juga erat kaitannya dengan ekspor impor barang dan jasa.
Tahun ini memang agak dilematis. Seiring ekonomi yang tumbuh kencang kebutuhan barang di dalam negeri juga meningkat. Jika produk dalam negeri tak bisa mencukupi, maka impor akan naik. Terkait defisit atau impor yang lebih besar daripada ekspor ini, BI berusaha menjaga angkanya jangan sampai defisit lebih dari 3% dari produk domestik bruto (PDB).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News