Reporter: Inggit Yulis Tarigan | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Budi Prijono menilai praktik tata kelola, manajemen risiko, dan kepatuhan (governance, risk, and compliance/GRC) di Indonesia masih menghadapi tantangan besar.
BPK menemukan adanya kelemahan sistemik mulai dari proses perencanaan dan penganggaran yang belum berbasis kinerja, hingga lemahnya pengendalian internal atas risiko dan kepatuhan dalam pengadaan dan pengelolaan aset.
“Hal ini dengan ditandai minimnya partisipasi swasta, regulasi yang kurang adaptif, rendahnya transparansi di BUMN dan proyek kerjasama pemerintah dengan badan usaha KPPU serta lemahnya integrasi kebijakan di wilayah rawan bencana,” terang Budi dalam Risk & Governance Summit (RGS) 2025, Selasa (19/8/2025).
Baca Juga: Hadapi Tantangan Digital, OJK Sebut Sektor Keuangan Perlu Perkuat GRC
Budi juga menyoroti penerapan standar internasional yang masih terbatas. Ia menyarankan, kepatuhan terhadap Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (PDP) maupun standar ISO masih perlu diperkuat.
“Di luar itu, masih adanya pelanggaran etika juga turut menghambat sinergi GRC dalam penjagaan fraud,” tambahnya.
Baca Juga: OJK Perkuat Tata Kelola Melalui SI-GRC Terintegrasi
Menurut Budi, tata kelola kolaboratif menjadi kunci untuk memperkuat ekosistem GRC nasional. Kolaborasi itu tidak hanya antar-satuan kerja, tetapi juga melibatkan kementerian lintas sektor, BUMN, swasta, hingga partisipasi aktif di tingkat global.
Selanjutnya: Kredivo Genjot Ekspansi Paylater ke Kota Tier 2 dan 3 di Sisa Tahun 2025
Menarik Dibaca: Hujan Lebat Turun Merata, Ini Peringatan Dini Cuaca Besok (20/8) di Jabodetabek
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News