Reporter: Arif Ferdianto | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tingginya margin bunga bersih atau net interest margin (NIM) perbankan menjadi sorotan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Bahkan dia menyebut NIM bank di Indonesia bisa jadi tertinggi di dunia.
Atas dasar ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan mengkaji lebih lanjut terkait nilai NIM perbankan untuk mengetahui suku bunga dan margin perbankan.
Untuk diketahui, NIM adalah alat ukur tingkat profitabilitas berupa perbandingan pendapatan bunga bersih yang diterima bank dari produk kredit, dengan bunga yang dibayarkan ke pemberi pinjaman.
Berdasarkan data OJK,NIM perbankan per Desember tahun 2022 mencapai 4,71%, naik dibandingkan periode sama tahun sebelumnya 4,51%.
Direktur Utama Bank BRI Sunarso menyebut margin bunga bersih atau NIM bukan merupakan faktor utama yang mempengaruhi kinerja perseroan khususnya pencapaian laba. Kata dia, ada faktor lain yang tak kalah menentukan yakni efisiensi.
“Di samping efisiensi yang dilakukan, berdasarkan data historis BRI tidak ditemui korelasi positif antara besarnya NIM dengan pencapaian laba BRI,” ujar Sunarso dalam konferensi pers Paparan Kinerja Keuangan BRI Kuartal IV Tahun 2022 secara virtual, Rabu (8/2).
Baca Juga: Dirut BRI: NIM Bukan Faktor Utama Kenaikan Laba BRI
BRI sendiri mencatat NIM bank only sepanjang tahun 2022 sebesar 6,80%, turun dari tahun 2021 sebesar 6,89%.
Sunarso pun membandingkan besaran NIM BRI di tahun 2008 yang sebesar 10,18%. Menurutnya, saat itu laba BRI hanya Rp 5,96 triliun. Sementara jumlah nasabah pinjaman sekitar 5 juta dan volume kredit sebesar Rp 161 triliun.
“Mari kita bandingkan dengan tahun 2022 ya, laba BRI bank only bukan konsolidasi ya, meningkat pesat menjadi Rp 47,83 triliun, padahal NIM-nya sudah turun 33% dibandingkan NIM BRI tahun 2008,” tandasnya.
Sementara, PT Bank IBK Indonesia Tbk (AGRS) juga mencatatkan besar NIM di tahun 2022 sebesar 2,74%, naik dari tahun 2021 sebesar 2,62%.
“Secara relatif NIM Bank IBK Indonesia masih rendah jika dibanding dengan rata-rata bank,” ujar Direktur Utama IBK Indonesia, Cha Jae Young dalam konferensi pers paparan kinerja tahun 2022 di Jakarta, Rabu (8/2).
Cha Jae Young mengungkapkan terkait strategi bank IBK di 2023 ini dalam menaikkan NIM. Antara lain, memperbesar komposisi dana murah atau Current Saving Account (CASA), selain itu menaikkan aset-aset produktif.
“Kenapa NIM IBK masih rendah bahwa komposisi kita ada di ESG (Environmental Social Governance) itu lebih besar. Untuk NIM di tahun ini kami proyeksikan di angka 2,7%, itu karena mempertimbangkan tadi, komposisi ESG dan juga karena ada capital injection sehingga itu merupakan batasan kenapa NIM di bank IBK Indonesia masih rendah,” kata Cha Jae Young.
Sementara itu, Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin menilai, memang beberapa bank besar memiliki NIM yang cukup besar. Menurutnya, hal itu karena NIM berkaitan dengan likuiditas.
“Bagi bank yang likuiditasnya sangat baik kemudian bisa menjaga biaya dana yang mereka dapat dengan selisih bunga kredit yang diberikan,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Rabu (8/2).
Menurut Amin, angka NIM perbankan yang ideal berada di kisaran 4% hingga 5%. Amin bilang, NIM perbankan saat ini baik-baik saja.
“Justru kalau NIM nya rendah jadi pertanyaan, mereka (bank) kurang efisien mengatur cost of fund dengan biaya yang dilempar pricing untuk pinjamannya,” katanya.
Lebih lanjut Amin menambahkan, saat ini menjaga NIM cukup menantang karena Bank Indonesia (BI) saat ini terus meningkatkan 7 Day Reverse Repo Rat (BI7DRR) secara konstan untuk mencegah terjadinya inflasi.
“Jadi ini menjadi tantangan sendiri buat bank untuk maintenance NIM diangka yang ideal,” imbuhnya.
Baca Juga: Simak Target Bisnis BRI di 2023, Kredit Diproyeksikan Naik 10% hingga 12%
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News