kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Bunga Deposito Sudah Naik 150 bps, Bank Oke Kerek Bunga Kredit 50 bps-100 bps


Senin, 16 Januari 2023 / 14:33 WIB
Bunga Deposito Sudah Naik 150 bps, Bank Oke Kerek Bunga Kredit 50 bps-100 bps
ILUSTRASI. Nasabah melakukan transaksi keuangan di kantor cabang OK Bank Indonesia Jakarta, Senin (30/5/2022). PT Bank Oke Indonesia Tbk (DNAR) telah menyesuaikan suku bunga deposito maupun pinjaman.


Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perbankan mulai merespons kenaikan bunga acuan bank Indonesia (BI) yang sudah naik 200 basis poin (bps) sejak Agustus 2022 menjadi 5,50% di Desember 2022 lalu. PT Bank Oke Indonesia Tbk (DNAR) misalnya telah menyesuaikan suku bunga deposito maupun pinjaman.

Wakil Direktur Utama Bank Oke Hendra Lie mengatakan, Bank Oke telah menggerek suku bunga simpanan 150 bps hingga saat ini. Kendati demikian, merujuk situs resmi OK Bank, counter rate deposito yang ditawarkan sebesar 3,00%.

“Sering dengan kenaikkan suku bunga BI rate yang sudah 200 bps. Bank Oke pada November 2022 ada penyesuaian suku bunga kredit mulai 50 bps sampai 100 bps,” ujar Hendra kepada Kontan.co.id pada pekan lalu.

Kenaikan suku bunga kredit itu dilakukan untuk mengimbangi suku kenaikan simpanan. Ia mengatakan, tahun ini, Bank Oke masih akan mengevaluasi dan mempertimbangkan bunga kredit di pasar.

Baca Juga: Nominal Terjangkau, Bisa Sat Set Buka Deposito dengan Bunga Spesial

Sebelumnya, tren kenaikan suku bunga di industri perbankan telah menarik perhatian Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Menkeu menyoroti kenaikan suku bunga kredit akan mengerek kenaikan margin bunga bersih perbankan.

Padahal di sisi lain, debitur akan semakin tertekan karena bunga kredit yang naik. Ia melihat kenaikan bunga ini akan mempengaruhi kegiatan ekonomi secara menyeluruh.

Berdasarkan data suku bunga dasar kredit (SBDK) Otoritas Jasa Keuangan memang terlihat telah terjadi kenaikan suku bunga dasar kredit. Tren ini terlihat di semua segmen sejak Juli 2022, ketika Bank Indonesia (BI) pertama kali menggerek bunga acuan.

Rata-rata SBDK kredit korporasi naik dari 7,90% di Juli 2022 menjadi 8,06% di Oktober 2022. Lalu, untuk SBDK kredit ritel naik dari 8,95% menjadi 9,09%, kredit mikro terkerek dari 10,46% menjadi 10,50%, lalu kredit KPR dari 8,57% menjadi 8,66%. Ada juga kredit non-KPR merangkak 9,43% menjadi 9,54%.

Bank Indonesia (BI) mencatatkan suku bunga deposito 1 bulan pada November 2022 tercatat 3,72% atau meningkat 83 bps dibandingkan dengan level Juli 2022. Sementara pantauan bank sentral, suku bunga kredit November 2022 tercatat 9,11% atau meningkat 17 bps dibandingkan dengan level Juli 2022.  

Artinya, laju kenaikan suku bunga kredit masih jauh di bawah kenaikan suku bunga deposito sejak BI mengetatkan kebijakan demi mengendalikan inflasi. Tren kenaikan suku bunga acuan yang masih akan berlanjut di 2023, membuka potensi suku bunga kredit bisa meningkat.  

Gubernur BI Perry Warjiyo menyebut, saat ini inflasi sudah mulai terkendali dan ingin tetap mendorong pemulihan ekonomi. Oleh sebab itu, BI tidak ingin kenaikan bunga diikuti dengan kenaikan suku bunga kredit yang berlebihan.

Sebab, alasan BI menaikkan suku bunga acuan bukan karena likuiditas di perbankan yang ketat. Namun, untuk mengendalikan inflasi dan mendorong kenaikan imbal hasil surat berharga negara. Tujuannya, agar dana asing kembali masuk ke tanah air sehingga rupiah tetap menguat.  

“Karena itu kami mempertahankan dan memastikan likuiditas di perbankan tetap longgar. Kami pastikan likuiditas lebih dari memadai bagi perbankan untuk menyalurkan kredit tanpa harus menaikkan suku bunga kredit,” ujar Perry belum lama ini.

Ia menyebut, saat ini likuiditas perbankan masih longgar tercermin dari rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) mencapai 30,42% pada November 2022. Guna memastikan ketersediaan likuiditas di tahun depan, BI memberikan insentif GWM.

Perry mengatakan, BI akan mempertahankan GWM di level 9% namun memberikan insentif bagi bank yang gencar menyalurkan kredit. Secara keseluruhan insentif baru ini, menambah likuiditas pada perbankan sekitar  Rp 118 triliun.

Insentif GWM ini BI berikan kepada bank yang menyalurkan kredit ke sektor-sektor prioritas yang belum pulih, Kredit Usaha Rakyat (KUR), dan kredit hijau, Relaksasi ini akan berlaku sejak 1 April 2023.

Baca Juga: Sri Mulyani ke Bankir: Anda Menari di Atas Penderitaan Orang Lain

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×