Reporter: Ferry Saputra | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyatakan masih melakukan penyelidikan atas dugaan pengaturan atau penetapan suku bunga pinjaman kepada konsumen atau penerima pinjaman yang dilakukan oleh Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI).
Mengenai hal itu, Kepala Biro Humas dan Kerja Sama KPPU Deswin Nur mengatakan pihaknya masih membutuhkan waktu untuk menyelesaikan penyelidikan. Sebab, kata dia, ada puluhan anggota AFPI yang harus diperiksa satu per satu untuk dimintai keterangan.
"Masih dilakukan permintaan data maupun pemanggilan kepada Terlapor dan Saksi. Ada puluhan anggota AFPI, sehingga akan membutuhkan waktu untuk mendapatkan informasi dari para anggota tersebut," ucapnya kepada Kontan.co.id, Senin (11/12).
Deswin pun enggan mengatakan jumlah dan siapa saja anggota AFPI yang dipanggil oleh KPPU untuk dimintai keterangan terkait kartel bunga pinjol.
Baca Juga: Ini Strategi OJK untuk Memberantas Fintech Ilegal di Indonesia
Sebelumnya, mengenai dugaan kartel bunga pinjol, Deswin Nur mengatakan bahwa perusahaan pinjol diduga membuat atau melaksanakan perjanjian penetapan harga atau suku bunga yang dikenakan ke konsumennya sebesar 0,8% di pedoman asosiasi, kemudian menjadi 0,4% pada 2021.
Menurutnya, perusahan pinjol dalam menetapkan suku bunga sebaiknya secara independen. Selain itu, penetapan bunga juga seharusnya tak dilakukan oleh asosiasi.
"Pengaturan atas industri pinjol bisa dilakukan pemerintah atau regulator," katanya kepada KONTAN.CO.ID, Jumat (27/10).
Dalam tahap penyelidikan awal diketahui AFPI telah menerbitkan Pedoman Perilaku Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi secara Bertanggung Jawab yang mengatur penetapan jumlah total bunga, biaya pinjaman dan biaya-biaya lainnya (selain biaya keterlambatan) yang tidak melebihi suku bunga flat 0,8 % per hari yang dihitung dari jumlah aktual pinjaman yang diterima oleh penerima pinjaman. Pada tahun 2021, besaran tersebut diatur tidak melebihi 0,4% per hari.
KPPU menyebut setiap anggota AFPI wajib menandatangani suatu pakta integritas yang di dalamnya mewajibkan anggota untuk tunduk pada pedoman yang dibuat asosiasi tersebut.
Saat dalam tahap penyelidikan, KPPU telah menetapkan 44 penyelenggara peer to peer (P2P) lending sebagai terlapor atas dugaan pelanggaran Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999, khususnya Pasal 5 terkait penetapan harga.
Deswin menambahkan apabila terbukti penyelenggara melakukan pelanggaran, tentu bisa dikenakan sanksi. Adapun sanksinya, yakni denda minimal Rp 1 miliar, maksimal 10% dari penjualan, atau 50% dari keuntungan dari pelanggaran.
Baca Juga: Rasio Kredit Macet Fintech P2P Lending Modalku Turun Jadi 3,15%
Adapun tahap penyelidikan awal dilakukan sejak 5 Oktober 2023, sebelum akhirnya dinaikkan status menjadi penyelidikan. Dalam tahap penyelidikan awal, KPPU telah melakukan berbagai kegiatan pengumpulan informasi, termasuk permintaan informasi secara tertulis kepada para anggota AFPI dan permintaan keterangan dari 5 penyelenggara P2P lending, AFPI, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Disebutkan KPPU telah memperoleh satu alat bukti dugaan pelanggaran Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 Pasal 5 dan memenuhi persyaratan untuk dilanjutkan ke tahap penyelidikan.
Adapun Pasal 5 itu terkait larangan pelaku usaha untuk membuat kesepakatan dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga pada produk barang ataupun jasa dalam suatu pasar bersangkutan yang sama. Diduga terdapat penetapan bunga pinjaman online.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News