Reporter: Christine Novita Nababan | Editor: Havid Vebri
JAKARTA. Dari total 1.643 Bank Perkreditan Rakyat (BPR), cuma ada 10 perusahaan yang tercatat memiliki modal inti lebih dari Rp 100 miliar. Sebanyak 19 BPR lainnya masih bermodal di antara Rp 50 miliar - Rp 90 miliar, 151 BPR bermodal Rp 15 miliar - Rp 50 miliar dan sebagian besar lainnya malah bermodal cekak atau kurang dari Rp 6 miliar.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mulai menggalakkan industri BPR untuk memupuk modal mereka. Berdasarkan POJK Nomor 5/POJK.03/2015 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum, BPR yang bermodal kurang dari Rp 6 miliar harus siap-siap melakukan merger atau konsolidasi melebur usahanya.
Achmad Fauzie, Koordinator Pengawas LJK Wilayah Timur OJK, mengungkapkan, ada banyak keleluasaan yang dapat dilakukan BPR jika mereka bermodal gemuk. Misalnya, ekspansi jaringan usaha, pembagian laba dalam skema dividen atau bonus.
"Hal ini dilarang dilakukan kalau modal mereka kurang dari Rp 6 miliar pada tahun 2019 nanti," ujar Achmad Fauzie, akhir pekan lalu.
Keuntungan lain, sambung Fauzie, modal yang gemuk akan mendukung ekspansi BPR dalam mengembangkan usahanya terkait penghimpunan dana dan penyaluran kredit, tak ketinggalan dalam mendongkrak aset.
Lihat saja, aset 5 dari 10 BPR yang bermodal inti di atas Rp 100 miliar yang tercatat berkembang pesat. "Aset mereka yang bermodal inti Rp 100 miliar telah menyamai atau melebihi bank BUKU 1," tutur Fauzie.
Mereka adalah BPR Eka BA di Lampung, BPR KS di Bandung, BPR Sri Artha L di Denpasar, BPR Jawa Timur di Surabaya dan BPR Palu Lokadana U di Palu. Total aset kelima BPR ini mencapai lebih dari Rp 16,3 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News