Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Program restrukturisasi pembiayaan bagi nasabah multifinance dalam jangka waktu panjang bisa memberikan dampak bagi kesehatan industri multifinance.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat hingga 12 Mei 2020, restukturisasi pembiayaan multifinance telah mencapai Rp 44,61 triliun. Nilai itu 9,85% dari total pembiayaan industri hingga Maret senilai Rp 452,47 triliun.
Perlu diingat hingga Maret 2020 pertumbuhan pembiayaan multifinance hanya 2,63% year on year (yoy). Padahal pada saat itu belum ada kebijakan pembatasan sosial.
Baca Juga: Terus Bertambah, Restrukturisasi Kredit Industri Multifinance Capai Rp 44,61 Triliun
Direktur PT Mandiri Tunas Finance (MTF) Harjanto Tjitohardjojo bilang jika dalam jangka waktu panjang restrukturisasi akan berdampak besar pada ketahanan perusahaan pembiayaan.
"Untuk restrukturisasi, sebenarnya industri perusahaan pembiayaan sudah cukup berat, sudah 20% dari portofolio. Pembiayaan baru sudah turun 80%, sedangkan biaya operasional tetap ada walaupun kami efisiensikan," ujar Harjanto kepada Kontan.co.id, Senin (18/5).
Kendati demikian, Harjanto menyatakan setiap perusahaan multifinance memiliki kondisi yang berbeda. Ia mengaku MTF masih bisa bertahan lantaran adanya dukungan dari perusahaan induk yakni Bank Mandiri. Ia melihat bagi perusahaan yang tidak berafiliasi dengan bank program ini akan semakin menekan kinerja.
MTF juga mencatat penurunan pembiayaan baru sebesar 17,89% yoy dari Rp 9,5 triliun pada April 2019 menjadi Rp 7,8 triliun di April 2020. MTF merevisi pembiayaan baru sepanjang tahun ini dari Rp 30 triliun menjadi Rp 15 triliun.
Ia mengaku perusahaan masih melakukan evaluasi terkait regulasi OJK dan kebijakan PSBB. MTF harap pada Juni mendatang sudah tidak ada restrukturisasi dan situasi pun mulai membaik.
Ia menyarankan sebaiknya OJK membuat aturan batas akhir restrukturisasi pada Juni 2020 mendatang. Agar perusahaan pembiayaan bisa berbenah dan melakukan recovery atau kembali normal.
Terkait risiko yang akan tecermin pada non performing financing, Harjanto bilang akan meningkat sejalan dengan kondisi perekonomian saat ini. Kendati demikian, Ia menekankan secara jangka panjang, risiko tetap berada di nasabah yang bisa recovery.
Baca Juga: Ada corona, perusahaan multifinance merevisi target penyaluran pembiayaan tahun ini
"Tapi kami tidak tahu juga berapa jumlah customer yang tidak bisa recovery. Sebenarnya yang repot adalah nasabah yang sanggup bayar tapi ambil kesempatan minta restrukturisasi. Ini yang memperburuk keadaan," papar Harjanto.
Belum lagi beberapa nasabah yang sudah menunggak sebelum Covid-19 mengambil kesempatan ini juga. Multifinance tidak bisa mengeksekusi pembiayaan tersebut karena sensitif.
"Melalui batas batas restrukturisasi, kami bisa tarik garis batas, nasabah mana yang mau dibantu dan nasabah mana yang tidak berniat baik. Toh, kalau memang nasabah kesulitan, kami masih bisa lakukan restrukturisasi yang normal dilakukan sebelum Covid," pungkas Harjanto.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News