kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.739   21,00   0,13%
  • IDX 7.468   -11,36   -0,15%
  • KOMPAS100 1.154   0,16   0,01%
  • LQ45 915   1,77   0,19%
  • ISSI 226   -0,94   -0,41%
  • IDX30 472   1,65   0,35%
  • IDXHIDIV20 569   1,75   0,31%
  • IDX80 132   0,22   0,17%
  • IDXV30 140   0,92   0,66%
  • IDXQ30 157   0,25   0,16%

Dampak LTV ke kredit cuma 3%


Senin, 10 September 2012 / 07:13 WIB
Dampak LTV ke kredit cuma 3%
ILUSTRASI. Uang kertas dan logam rupiah.


Reporter: Nurul Kolbi, Roy Franedya | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Bank Indonesia optmistis, kebijakan rasio utang terhadap harga barang atau loan to value (LTV) di kredit pemilikan rumah (KPR) dan kendaraan, efektif menekan kredit konsumsi. Menurut kalkulasi bank sentral, pengaruh beleid LTV ke kredit konsumsi hanya sebesar 2% hingga 3%. Sedangkan dampak ke total kredit sebesar 0,6%.

Taruh kata pertumbuhan kredit konsumsi saat ini mencapai 19,6% (year on year/yoy), setelah pemberlakuan LTV pertumbuhannya bakal menyusut menjadi 16% hingga 17%.

"Ini lumayan dan sustainable. Artinya, bisnis bank tidak terlalu terpukul sedangkan dari sisi makro tetap aman," kata Juda Agung, Direktur Kebijakan Moneter BI, akhir pekan lalu.

Angka 2% hingga 3% berasal dari kajian dan survei BI sebelum menerbitkan aturan. Di KPR, misalnya, BI mendata penjualan rumah ukuran 70 m2 maupun tipe di bawahnya. Pendataan juga dilakukan untuk penyaluran KPR masing-masing tipe rumah. Proses selanjutnya menginventarisasi jumlah KPR dengan uang muka kredit di bawah atau di atas 30% dan kontribusinya terhadap kredit konsumsi.

"Dari simulasi ini keluar angka 2% - 3%. Ini juga menjelaskan, mengapa kami mengatur LTV untuk rumah di atas 70 m2," kata Juda. BI merasa perlu memperlambat kredit konsumsi demi menekan impor. Tujuan utamanya, mengurangi tekanan di neraca transaksi berjalan. Neraca pembayaran kuartal II-2012 menunjukkan, pembelian kendaraan serta suku cadang menjadi penggerak impor. Dari sisi nilai maupun volume, impor kendaraan melonjak mulai dari 60% hingga 90% (yoy).

Penggerak impor lain adalah pembelian pesawat dan peralatan telekomunikasi. Jika permintaan domestik gagal dikendalikan, impor semakin deras, sehingga defisit transaksi berjalan kian melebar. Pada kuartal II-2012, defisit mencapai 3,1% terhadap PDB, tertinggi sejak Indonesia keluar dari krisis 1998.

Proyeksi BI ini berbeda dengan estimasi bankir. Direktur Utama CIMB Niaga, Arwin Rasyid, menilai, kebijakan LTV bisa mengakibatkan kredit otomotif dan properti turun 20%-30%. "Tetapi penurunan ini hanya respons awal kebijakan LTV, nanti pertumbuhan kredit kembali ke tren semula," ujarnya. Head of Product and

Business Credit Consumer BNI, Indrastomo Nugroho, menjelaskan, pada Juli-Agustus, terjadi penurunan permintaan kredit otomotif dan properti dibandingkan Mei - Juni. "Tapi belum bisa dipastikan karena LTV, bisa saja faktor musiman. Mendekati Lebaran nasabah, biasanya, mengalihkan permintaan kredit untuk belanja," ujarnya.

Pengamat perbankan, Mochammad Doddy Arifianto, menyarankan BI menerapkan aturan debt to income ratio. Alasannya, kebijakan LTV memiliki celah diakali nasabah. "Penggunaan KTA untuk uang muka menjadi bukti kebijakan ini bisa diakali. Dengan debt to income ratio, nasabah tidak bisa mengelak lagi," ujarnya.

Indrastomo mengingatkan, kebijakan debt to income ratio berdampak besar ke kredit, tapi tidak menyelesaikan masalah. Tingginya permintaan kredit otomotif karena transportasi publik tidak memadai. Sedangkan permintaan rumah terus menanjak karena meningkatnya usia produktif dan keluarga baru.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×