Reporter: Tim KONTAN | Editor: Ridwal Prima Gozal
KONTAN.CO.ID - Kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) secara tidak langsung dapat meningkatkan biaya produksi sektor tertentu, namun pengaruhnya tidak signifikan dan dapat dimitigasi.
Demikian dijelaskan Kepala Ekonom Bank Permata Joshua Pardede, menyikapi kekhawatiran sejumlah kalangan bahwa tarif PPN 12% dapat mengerek biaya produksi dan membebani dunia usaha.
Menurut Joshua, potensi peningkatan biaya produksi dapat terjadi pada sektor dengan barang serta jasa yang dikecualikan PPN atau subsidi. Sementara itu, bahan baku lokal terutama yang menjadi kebutuhan pokok dibebaskan dari PPN atau ditanggung sebagian oleh pemerintah.
“Barang dan jasa yang tidak termasuk dalam daftar pengecualian PPN atau subsidi, seperti bahan baku premium, contohnya daging wagyu, premium salmon, akan dikenakan PPN lebih tinggi,” papar Joshua beberapa waktu lalu kepada Tim Kontan.
Selain itu, sektor-sektor yang bergantung pada listrik dengan kapasitas tinggi (3500 VA ke atas) juga akan menghadapi kenaikan PPN dari 0% menjadi 12%, sehingga menaikkan biaya operasional mereka. Dampaknya, kenaikan PPN dapat meningkatkan biaya produksi secara tidak langsung melalui kenaikan harga bahan baku, energi, dan transportasi.
Kendati demikian, Joshua juga berpandangan dampak kenaikan biaya produksi akibat PPN 12% dapat bervariasi tergantung pada sektor industri dan kebijakan insentif yang diterapkan.
“Produsen di sektor yang kurang dilindungi akan merasakan beban lebih besar, sementara sektor tertentu yang menerima insentif dapat lebih terlindungi dari kenaikan biaya,” lanjutnya.
Upaya perlindungan pemerintah terhadap kesejahteraan masyarakat serta dunia usaha dan sektor usaha kecil menengah (UMKM) hadir dalam paket stimulus ekonomi yang diberikan untuk meredam dampak kenaikan tarif PPN.
Barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat banyak seperti kebutuhan pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, dan jasa angkutan umum tetap dibebaskan dari PPN (PPN 0%). Selain itu, pemerintah menanggung PPN 1% untuk tepung terigu, gula untuk industri, dan MinyaKita sehingga ketiga barang ini hanya dikenakan PPN 11%.
Pemerintah akan menanggung Pajak Penghasilan (PPh) 21 sepanjang tahun 2025 bagi pekerja industri padat karya yang bergaji di bawah Rp10 juta, dari sektor. Selain itu, pemerintah juga memberikan bantuan 50% untuk Jaminan Kecelakaan Kerja sektor padat karya selama enam bulan yang dibayar oleh BPJS Ketenagakerjaan.
Bagi perusahaan tekstil, pemerintah menyediakan subsidi bunga 5% untuk revitalisasi mesin. Adapun bagi pekerja yang mengalami PHK, pemerintah menjamin adanya perbaikan kemudahan akses jaminan kehilangan pekerjaan.
Sektor UMKM pun memperoleh beberapa stimulus seperti pembebasan kewajiban membayar PPh bagi UMKM dengan omzet di bawah Rp500 juta per tahun. Tarif PPh Final 0,5% bagi UMKM yang telah berakhir pada tahun 2024 diperpanjang hingga tahun 2025. Sementara itu, UMKM lainnya tetap bisa menggunakan PPh Final 0,5% selama 7 tahun sejak pertama kali terdaftar sesuai PP 55/2022.
Alokasi berbagai insentif PPN dalam paket stimulus ekonomi tersebut mencapai total Rp265,6 triliun untuk tahun 2025.
“Insentif perpajakan 2025, mayoritas adalah dinikmati oleh rumah tangga, serta mendorong dunia usaha dan UMKM dalam bentuk insentif perpajakan. Meskipun ada undang-undang perpajakan dan tarif pajak, namun pemerintah tetap peka untuk mendorong barang, jasa dan pelaku ekonomi,” tutur Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers pada 16 Desember 2024.
Selanjutnya: OJK Cabut Izin Pembentukan Unit Syariah PT AXA Insurance Indonesia
Menarik Dibaca: Solusi Rumah Tangga Praktis untuk Sambut Tahun Baru
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News