Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di tengah pandemi Covid-19, pengurus dana pensiun (dapen) harus lebih ekstra hati-hati dalam mengelola investasi. Jika tidak, penurunan nilai aset investasi pada gilirannya akan berdampak terhadap kecukupan pendanaan dapen.
Maklum, gejolak di pasar saham dan obligasi akibat dampak pandemi Covid-19 telah mengakibatkan penurunan nilai aset investasi. Pada Maret lalu, misalnya, total investasi dapen turun menjadi sebesar Rp 268,97 triliun. Padahal, pada akhir tahun lalu, total aset investasi dapen masih sebesar Rp 282,64 triliun.
Memang, berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), nilai aset investasi dapen per Agustus sudah kembali meningkat menjadi Rp 286,9 triliun. Namun, tanpa kehati-hatian dalam mengelola investasi di situasi yang serba tidak pasti ini, aset investasi dapen berisiko kembali menurun sehingga berdampak terhadap tingkat kesehatan dapen.
Baca Juga: Dapat kucuran dana dari pemerintah, Jiwasraya janji selesaikan polis saving plan 100%
Seperti diketahui, tingkat kesehatan dana pensiun diukur salah satunya dari rasio kecukupan dana (RKD), yaitu kemampuan kekayaan dapen untuk memenuhi kewajiban nilai kini aktuarialnya atau kewajiban dapen yang dihitung berdasarkan anggapan bahwa dapen terus berlangsung sampai dipenuhinya seluruh kewajiban kepada peserta dan pihak yang berhak.
Singkatnya, rasio pendanaan dapen sangat berkaitan dengan kemampuan dapen dalam memenuhi liabilitas pembayaran manfaat pensiun secara jangka panjang. Batas RKD dapen adalah 100%. Dapen dikatakan memiliki pendanaan yang cukup alias funded jika memiliki RKD 100% lebih.
Jika RKD berada di bawah 100%, berarti dana pensiun tidak memiliki kemampuan pendanaan yang cukup dalam memenuhi kewajibannya alias unfunded.
Itu sebabnya, dapen seperti Dapen BTN sejak kuartal II lalu telah menggelar sejumlah langkah antisipatif dan pengamanan terhadap aset investasi. Direktur Utama Dapen BTN Mas Guntur Dwi Sulistyanto mengatakan, Dapen BTN sudah merevisi target investasi dan memilih lebih konservatif.
Mas Guntur mengatakan, strategi konservatif yang digelar Dapen BTN tetap mengedepankan dan menjaga RKD tetap di atas 100%. "Per Agustus 2020, RKD Dapen BTN masih terjaga pada posisi aman di 107,20%," kata Mas Guntur dalam press rilis yang diterima Kontan.co.id, Selasa (6/10).
Direktur Eksekutif Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI) Bambang Sri Muljadi menambahkan, gejolak di bursa saham telah menggerus nilai aset investasi saham dapen. Biasanya, porsi aset saham terhadap total investasi dana pensiun mencapai sekitar 12%. Saat ini, porsi aset saham turun menjadi sekitar 8% dari total investasi dapen. Artinya, ada penurunan nilai investasi sekitar 4%.
Bambang memperkirakan, ada beberapa dapen yang mengalami penurunan RKD. Begitu pula, jumlah dapen yang memiliki RKD di atas 100% diperkirakan berkurang.
Memang, tidak semua dapen akan mengalami penurunan RKD. Sebab, ada dapen yang mengantisipasi penurunan nilai aset dengan memegang surat berharga hingga jatuh tempo sehingga tidak terjadi selisih investasi yang akan mempengaruhi RKD.
Menurut Bambang, ada beberapa faktor yang menyebabkan dapen memiliki RKD di bawah 100%. Pertama, kenaikan gaji karyawan yang tidak diikuti dengan kenaikan iuran dari pemberi kerja.
Baca Juga: Tips alihkan dana travelling untuk 4 kebutuhan finansial lebih krusial saat pandemi
Bambang mengatakan, kenaikan gaji karyawan akan mempengaruhi penghasilan dasar pensiun (PhDP). Saat PhDP naik, pemberi kerja semestinya juga menaikkan iuran. "Jika tidak dilakukan akan menggerus RKD karena rasio kebutuhan likuiditas berdasarkan aktuarial naik tapi iuran dari pemberi kerja tidak bertambah," kata Bambang.
Kedua, iuran yang masuk ke dapen dari pemberi kerja kurang tepat. Jika iuran tidak tepat, pengurus dapen tidak bisa segera menginvestasikan iuran tersebut.
Ketiga, penggunaan asumsi bunga teknis atau bunga aktuaria yang tinggi. Menurut Bambang, ada pendiri dapen yang memang mematok tingkat bunga teknis yang tinggi. Tujuannya, untuk memperkecil kontribusi yang harus disisihkan oleh pendiri.
Karena asumsi tingkat bunga aktuaria yang digunakan tinggi, pengurus dapen harus lebih agresif dengan menempatkan investasi pada instrumen berisiko tinggi. Hal ini akan mempengaruhi kewajiban atas pemenuhan manfaat peserta.
Masalah muncul jika pencapaian hasil usaha berada di bawah bunga teknis. Jika pengurus dapen tidak bisa mendapatkan tingkat hasil investasi sesuai dengan tingkat bunga teknis, maka rasio kecukupan dana akan tergerus.
Jika RKD di bawah 100%, pendiri dapen wajib melakukan pembayaran sejumlah dana tambahan guna mencapai keadaan dana terpenuhi. "Intinya, pendiri harus melakukan top up dana ke dapen jika RKD kurang dari 100%," kata Bambang.
Baca Juga: Bantu masyarakat selesaikan sengketa, OJK dorong pendirian LAPS di akhir 2020
Sepanjang pendiri dapen berkomitmen dan sanggup untuk memenuhi rasio kecukupan dana, sebetulnya tidak ada persoalan. Namun, dalam jangka panjang, rasio kecukupan dana yang kurang dari 100% juga akan berakibat buruk terhadap para penerima manfaat pensiun. Ini terjadi jika pendiri dapen sudah tidak sanggup lagi untuk menambah dana alias top up.
Sebab, pendanaan dapen semakin lama akan habis karena tidak ada top up dari pendiri. Akibat paling buruk adalah peserta dana pensiun tidak bisa menerima manfaat pensiun "Makanya, jika pendiri sudah tidak ada, dapen harus segera dibubarkan sehingga seluruh dana yang masih tersisa dibagikan ke peserta," pungkas Bambang.
Selanjutnya: Airlangga sebut jaminan kehilangan pekerjaan skema perlindungan baru pekerja
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News