kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45927,64   6,18   0.67%
  • EMAS1.325.000 -1,34%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Demi penuhi PSAK 71, bank berlomba pupuk pencadangan


Senin, 02 Desember 2019 / 19:24 WIB
Demi penuhi PSAK 71, bank berlomba pupuk pencadangan
ILUSTRASI. Ilustrasi pelayanan nasabah Bank Tabungan Negara.


Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mendekati penghujung tahun 2019, sejumlah bank menengah kini tengah berjibaku untuk memenuhi ketentuan Pedoman Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 71 yang mulai berlaku di awal tahun 2020. Dalam ketentuan tersebut, perbankan diwajibkan memiliki rasio pencadangan alias coverage ratio minimal 100%.

Ambil contoh, PT BPD Jawa Barat dan Banten Tbk (Bank BJB) yang menyatakan per September 2019 coverage ratio sudah mencapai 96%. Posisi ini meningkat drastis dari periode setahun sebelumnya yang baru sebesar 39,1%.

Sekretaris Perusahaan Bank BJB Muhammad Asadi Budiman memastikan, pihaknya mampu memenuhi ketentuan PSAK 71 di awal 2020 mendatang.

Baca Juga: Gara-gara siapkan PSAK 71, laba BTN di 2019 dipastikan lebih rendah dari tahun lalu

"Kami terus menjaga dan menyesuaikan agar comply dengan PSAK 71, minimum 100% sesuai ketentuan," katanya kepada Kontan.co.id, Senin (2/12).

Sementara itu, Sekretaris Perusahaan PT BPD Sumatera Utara (Bank Sumut) Syahdan Siregar mengatakan pihaknya sudah menambah rasio pencadangan sebanyak 12% saat ini. Walau tak merinci, tambahan tersebut menurutnya sudah sesuai dengan ketentuan regulator.

Bank Sumut juga akan melakukan penguatan modal untuk menambah biaya pencadangan dalam waktu dekat. "Kami berencana terbitkan subdebt sekitar Rp 500 miliar," terangnya.

Sementara itu, Direktur Kepatuhan PT Bank Woori Saudara Tbk (BWS) I Made Mudiastra menyatakan pihaknya masih perlu menambah biaya cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) untuk memenuhi aturan PSAK tersebut.

"Mungkin akan perlu tambah sekitar Rp 101 miliar, kurang lebih 38% (coverage ratio)," kata Made.

Dana tersebut menurutnya akan diambil dari porsi laba ditahan perseroan. Saat ini, BWS tengah dalam proses penuntasan proses pengujian dengan KPMG sebagai konsultan. Ia pun memastikan, BWS bakal memenuhi aturan tersebut di awal tahun 2020.

Setali tiga uang, PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) pun secara terang-terangan memangkas perolehan laba bersih sebagai laba ditahan untuk memupuk biaya pencadangan.

Menurut hitung-hitungan Direktur Finance, Strategy and Treasury BTN Nixon L.P Napitupulu, setidaknya pihaknya sudah mengambil sebagian laba bersih di kuartal III 2019 sebanyak Rp 3 triliun sebagai biaya CKPN.

Baca Juga: Penuhi aturan PSAK 71, BTN hanya cetak laba Rp 801 miliar di kuartal III 2019

Lebih lanjut, Nixon mengatakan berdasarkan kalkulasi BTN setidaknya perseroan membutuhkan biaya pencadangan sebesar Rp 11 triliun secara total. Ini artinya, masih akan ada lagi pengalihan dana dari laba bersih yang dipakai oleh BTN.

Sampai sejauh ini perseroan baru memupuk pencadangan sekitar Rp 3,8 triliun. "Tahun ini kami sudah bentuk, sekitar Rp 4,5 triliun dari laba di tahan," ujarnya belum lama ini. Menurutnya, pembentukan pencadangan tersebut memang memakan biaya cukup besar.

Hanya saja, bila seluruh biaya telah terpenuhi maka nantinya rasio pencadangan atau coverage ratio BTN bisa menembus 127%.

Sampai akhir tahun 2019 ini coverage ratio BTN kemungkinan baru akan sebesar 76%. Seluruh rencana penambahan biaya pencadangan tersebut menurutnya sudah diketahui dan disetujui oleh pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×