Reporter: Selvi Mayasari | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah perbankan optimistis dalam mendorong pertumbuhan ekspansi kredit pada 2025 mendatang. Hal ini seiring dengan berbagai stimulus, kebijakan fiskal yang diberikan oleh pemerintah di tahun depan.
Pemerintah memang berencana memperpanjang pemberlakuan sejumlah insentif pajak hingga tahun depan untuk mendorong daya beli masyarakat. Salah satunya adalah Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) untuk perumahan. Pemerintah juga berencana untuk menunda kenaikan PPN 12%.
Direktur Keuangan dan Strategi Bank Mandiri Sigit Prastowo mengungkapkan, pihaknya menyambut positif berbagai stimulus kebijakan fiskal dari pemerintah. Adapun keputusan pemerintah untuk menunda kenaikan PPN ini disebut Sigit akan menjaga daya beli masyarakat yang saat ini masih cenderung melemah.
Selain itu, perpanjangan kebijakan insentif PPN DTP secara spesifik diharapkan dapat mendukung sektor properti, dalam hal ini mendorong permintaan kredit KPR.
"Ke depannya, kami optimistis penyaluran kredit Bank Mandiri akan terus tumbuh di atas industri dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian," ucap Sigit kepada kontan.co.id, Kamis (28/11).
Baca Juga: Kinerja Kredit dan DPK Ungguli Industri, Simak Strategi BTN
Sigit menjelaskan, pertumbuhan kredit akan pihaknya fokuskan pada segmen yang potensial, baik di segmen korporasi maupun UMKM, tentunya dengan menjaga kualitas kredit tetap terjaga.
Sigit mengaku, saat ini, pihaknya melihat tantangan utama industri perbankan adalah likuiditas yang masih ketat. Namun, kapabilitas Bank Mandiri dalam menghimpun likuiditas disebut Sigit masih sangat baik.
"Hal ini tercermin dari pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) Bank Mandiri yang melebihi pertumbuhan DPK industri. Sehingga, tantangan likuiditas lebih didorong oleh kondisi di pasar. Oleh karena itu, kami berharap terdapat kebijakan moneter yang dapat mendukung peningkatan likuiditas perbankan ke depan," tuturnya.
Jika dilihat dari laporan keuangan perseroan, secara konsolidasi DPK tumbuh sebesar 14,9% secara YoY menjadi Rp 1.667,5 triliun di kuartal III/2024. Bank Mandiri juga berhasil menyalurkan kredit sebesar Rp 1.590 triliun per kuartal III/2024, tumbuh 20,8% YoY. Pertumbuhan tersebut utamanya ditopang oleh segmen korporasi yang tercatat senilai Rp581 triliun pada akhir kuartal III/2024.
Baca Juga: Pinjaman Dolar Indonesia Terendah Dalam Delapan Tahun Terakhir, Ini Penyebabnya
Setali tiga uang, PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) optimistis dapat membukukan kinerja positif tahun depan. EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA Hera F. Haryn menyampaikan, BCA saat ini masih mengkaji dan menyusun rencana bisnis bank untuk 2025.
Pada prinsipnya, BCA terus menjajaki berbagai kesempatan untuk melakukan penyaluran kredit ke berbagai segmen, serta memperkuat platform perbankan transaksi secara berkelanjutan guna memperkokoh pendanaan.
"Pada prinsipnya kami senantiasa mencermati dan sejalan dengan usulan kebijakan pemerintah, regulator dan otoritas perbankan, termasuk terkait rencana seputar penerapan PPN 12%, perpanjangan PPN DTP, dan penghapusan BPHTB serta PBG untuk rumah MBR," kata Hera.
BCA juga berkomitmen menjaga keseimbangan antara kecukupan likuiditas dengan ekspansi kredit yang sehat, dengan tetap mempertimbangkan perkembangan kondisi pasar dan risiko.
"BCA senantiasa mencermati potensi maupun dinamika perekonomian di tahun depan, termasuk pergerakan nilai tukar, tingkat inflasi, pergerakan suku bunga, hingga tensi geopolitik," imbuhnya.
Baca Juga: Alih-alih Turun, Bunga Simpanan Perbankan Justru Mendaki
Di sisi lain, Presiden Direktur PT Bank CIMB Niaga Lani Darmawan melihat, tantangan kinerja perbankan akan cukup berat di tahun depan.
"Karena kelihatannya ekspektasi cost of fund, dan daya beli akan tidak sesuai dengan awal. Kami melihat tantangan akan cukup berat tahun depan. Kabar baik apabila PPN tidak jadi naik considering indikasi ekonomi masih berat," ungkap Lani.
Tahun depan pihaknya akan tetap fokus pada pertumbuhan kredit di segmen ritel dan UKM. "Walaupun di korporasi tetap ditargetkan naik lebih rendah karena lingkungan biaya dana yang kemungkinan masih tinggi," katanya.
Baca Juga: OJK Turunkan Suku Bunga Pinjaman, Begini Strategi Fintech P2P Lending
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dian Ediana Rae juga melihat, potensi pemangkasan suku bunga acuan The Fed atau Fed Fund Rate (FFR) yang masih akan berlanjut di tahun 2025 diperkirakan akan berdampak positif terhadap perekonomian Indonesia.
Adapun bagi perbankan Indonesia, penurunan FFR yang diikuti dengan penyesuaian BI Rate akan berdampak pada penurunan cost of fund bank sehingga dapat berdampak positif pada profitabilitas bank dan lebih membuka ruang bagi bank untuk menurunkan suku bunga kredit dan mengakselerasi pertumbuhan kredit.
"Selain itu, penyesuaian tersebut juga dapat menjadi stimulus untuk mengakselerasi pertumbuhan kredit serta menurunkan risiko gagal bayar," tambah Dian.
Hal tersebut juga dikonfirmasi oleh hasil Survey Bisnis Orientasi Perbankan OJK (SBPO) yang mana mayoritas bank responden berpendapat bahwa penurunan FFR dapat menstimulus pertumbuhan ekonomi global termasuk Indonesia.
"Tentu saja hasil Pemilu AS dan dampaknya terhadap kondisi perekonomian global dan domestik tetap harus dipertimbangkan oleh perbankan dalam penyusunan target dan strategi bank," kata Dian.
Selanjutnya: Kebijakan AS Pro Energi Fosil, Analis Sebut Ini Tak Cukup Dorong Mata Uang Komoditas
Menarik Dibaca: Garuda Indonesia Siap Implementasikan Kebijakan Penuruanan Harga Tiket Saat Nataru
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News