Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam kondisi pandemi seperti saat ini, pemilihan kebijakan pemerintah, regulator bahkan perusahaan harus lebih waspada. Salah satu kebijakan terbaru dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) antara lain dengan menjadikan bank pelat merah (Himbara) sebagai penyangga likuiditas bagi bank-bank yang sedang kesulitan.
Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi XI DPR, Kamis (30/4) lalu. OJK menyebut alasan penunjukan Himbara sebagai penyangga likuiditas antar bank karena bank plat merah memang mendapatkan akses likuiditas yang besar dari Kementerian Keuangan melalui Bank Indonesia (BI).
Baca Juga: Sarana Multigriya Finansial akan terbitkan obligasi setelah pasar kondusif
"Mekanisme sudah jelas dengan fasilitas BI dan juga pinjaman melalui Kemenkeu di mana mekanismenya kan ditaruh sebagai deposito di bank Himbara sehingga bisa mengadakan likuiditas. Apabila ada bank yang kurang likuiditas bisa ke bank Himbara pakai dana dari Kemenkeu," kata Wimboh belum lama ini.
Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan menilai tidak tepat menugaskan kepada Himbara sebagai penyangga likuiditas bank sistemik apapun alasannya. Itu bukan tugas dan tanggung jawab Himbara. Itu adalah tugas BI yang harus menjaga stabilitas ekonomi nasional di tengah pandemi Covid-19.
Dia menambahkan harus ada aturan yang jelas jika Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) tetap dipaksakan dan harus menjadi bank penyangga likuiditas bank sistemik.
Baca Juga: Naik 11,8%, laba bersih CIMB Niaga tembus Rp 1,1 triliun di kuartal I
"Setidaknya harus ada aturan dan peraturan yang jelas misalnya sumber pendanaan harus dari penempatan pemerintah (bukan dari DPK bank Himbara). Lalu, porsi penempatan dana ke Himbara harus lebih besar dibanding ke swasta," dalam keterangannya yang diterima Kontan.co.id, Minggu (10/5).
Lanjut Heri, yang tidak kalah penting adalah sifat dari dana talangan ini adalah channeling (penerusan) sehingga bila banknya gagal, bukan menjadi kerugian bank Himbara. "Kemudian, direksinya juga harus diberi perlindungan hukum dalam menjalankan fungsi sebagai pengelola penyangga likuiditas tersebut," ujarnya.
Menurut Heri tugas untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional sebenarnya sudah tepat melalui Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dibawah koordinasi Bank Indonesia yang saat ini sudah berjalan baik.
Baca Juga: Kini giliran Laut China Timur yang memanas karena insiden China-Jepang
Hanya saja perlu diatur ulang agar tidak ada kesalahan di kemudian hari apalagi setelah pandemi virus Corona (Covid-19) selesai di Indonesia. "Perbankan plat merah yang tergabung dalam Himbara adalah objek kebijakan. Ia tak boleh masuk ke dalam ranah regulator KSSK," jelasnya.
Pilihan terbaik menurutnya yakni dengan membiarkan bank berjalan seperti sekarang membantu masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya sehingga ekonomi berjalan dan regulator menjamin likuiditas bank aman pada era pandemi Covid-19.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News