kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Ekonom CORE beberkan tantangan penyaluran kredit keuangan berkelanjutan (ESG)


Selasa, 27 Juli 2021 / 19:34 WIB
Ekonom CORE beberkan tantangan penyaluran kredit keuangan berkelanjutan (ESG)
ILUSTRASI. Pekerja melakukan perawatan panel surya di Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) milik Hotel Santika Premiere Palembang, Sumatera Selatan, Rabu (7/7/2021). ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/wsj.


Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Regulator telah mendorong perbankan berperan aktif mengimplementasikan ketentuan keuangan berkelanjutan atau environmental, social, and governance (ESG). Salah satu upaya yang bisa dilakukan dengan menyalurkan kredit ke sektor ini. 

Ekonom dan Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah menilai tantangan penyaluran kredit ke sektor ESG ini utamanya membentuk permintaan pembiayaan. Lantaran bisnis perbankan bersifat follow the trade atau mengikuti permintaan pasar. 

“Perbankan akan menyalurkan kredit ke sektor usaha berkelanjutan tersebut apabila memang permintaannya ada. Jadi yang harus ditumbuhkan kembangkan terlebih dahulu adalah sektor usaha tersebut terlebih dahulu,” ujar Piter kepada KONTAN pada Selasa (27/7). 

Baca Juga: BCA salurkan kredit ekonomi berkelanjutan (ESG) Rp 136,2 triliun hingga semester I

Ia menilai sektor ini harus diawali terlebih dahulu oleh regulasi oleh kementerian terkait seperti Kementerian Perindustrian, Kementerian Lingkungan Hidup, juga Kementerian Investasi. Agar sektor usaha berkelanjutan itu tumbuh berkembang dan kemudian meningkatkan kebutuhan pembiayaan. 

“Dengan demikian permintaan kredit dari sektor usaha itu meningkat. Tugas perbankan adalah tinggal menyalurkan kredit. Perbankan tidak bisa menjadi pelopor sektor usaha berkelanjutan. Namun regulasi bisa saja memberikan insentif untuk tumbuhkembangnya sektor berkelanjutan agar dengan insentif itu sektor berkelanjutan bisa tumbuh lebih cepat,” tambah Piter.

Ia melihat sebenarnya tidak ada perbedaan keistimewaan dari kredit biasa dan kredit ke sektor ESG. Begitupun dengan bunga atau margin yang ditawarkan juga tidak berbeda. Hanya, dengan adanya inisiatif ini, sektor ESG yang belum tergarap oleh sektor keuangan bisa lebih mudah mengakses kredit perbankan.  

“Bedanya adalah yang satu kredit untuk usaha biasa, dan yang lain kredit untuk usaha berkelanjutan. dengan ketentuan yang mendorong bank meningkatkan penyaluran kredit berkelanjutan. Maka debitur dari sektor berkelanjutan diuntungkan karena tentunya akan lebih mendapatkan kemudahan dari bank. Hanya itu saja keuntungannya,” pungkasnya.

Selanjutnya: Begini gambaran kredit BRI ke sektor keuangan berkelanjutan (ESG)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×