Reporter: Astri Kharina Bangun | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Potensi inflasi tinggi pasca kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi bisa mendorong Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuan (BI rate). Pasalnya, kenaikan BBM bersubsidi sebesar Rp 1.500 per liter bakal mengerek angka inflasi hingga akhir tahun di atas perhitungan awal BI, yakni 5,5%.
“Inflasi tahun ini memang akan tinggi. Kami memperkirakan akhir tahun inflasi akan berada di luar range BI, yakni hampir 7,9%. BI kalau masih konsisten dengan target menjaga inflasi, dugaan kami BI rate naik,” kata Kepala Ekonom PT Bank Danamon Tbk (BDMN) Anton Gunawan kepada KONTAN, Jumat (2/3).
Menurut Anton, besaran kenaikan BI rate antara 25 bps – 50 bps bergantung pada dampak inflasi yang terlihat pasca pemberlakuan kenaikan harga BBM subsidi April mendatang. “Jadi momen menaikkan (BI rate) kemungkinan Mei setelah kita lihat inflasinya bagaimana,” lanjutnya.
Kenaikan BI rate ini bakal berpengaruh pula kepada suku bunga fasilitas simpanan di BI (FASBI). Bukan tidak mungkin, BI mengeluarkan kebijakan kombinasi, yakni menaikkan BI rate sekaligus memperlebar koridor bunga FASBI ke bawah. Sasarannya, agar bunga FASBI dan suku bunga jangka pendek lainnya tidak ikut naik.
Alternatif lainnya, kenaikan BI rate bisa dikombinasikan dengan menaikakn Giro Wajib Minumun (GWM) untuk menyerap likuiditas dana tidak terpakai.
Lanjut Anton, bank yang menaruh dananya di Sertifikat BI (SBI), term deposit, dan FASBI, kalau BI menganggap sudah kelebihan akan dipenalti dalam bentuk GWM tambahan. Langkah ini dilakukan tanpa membebani keseluruhan perbankan. Hanya untuk dana-dana yang menganggur. "Tujuannya jangan sampai menambah tekanan inflasi. Ekses likuiditas supaya ikut mengalir ke sektor produktif,” sebutnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News