Reporter: Arif Ferdianto | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Investasi pada perusahaan pembiayaan atau multifinance tampak menyusut, hal ini disebabkan kondisi ekonomi yang mulai membaik sehingga dana yang dimiliki para pemain kembali pada fitrahnya yakni sebagai pemberi pembiayaan.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), investasi perusahaan multifinance dalam instrumen surat berharga terkoreksi hingga 82,41% year on year (YoY) menjadi Rp 219 miliar di Juni 2023, sementara Juni 2022 nilainya mencapai Rp 1,24 triliun.
Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno mengatakan bahwa investasi dalam surat berharga perusahaan multifinance dilakukan saat pandemi Covid-19.
“Kalau waktu lagi Covid dananya enggak kepakai kemana-mana, enggak ada pinjam kredit, ada duit lebih ya ditaruh di surat berharga,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Senin (21/8).
Baca Juga: Sejumlah Multifinance Pasang Strategi untuk Capai Target Pembiayaan Investasi 2023
Suwandi menjelaskan bahwa menyusutnya nilai investasi dalam surat berharga menandakan bahwa industri telah kembali berjalan baik, sebab dana yang dikeluarkan untuk pemberian kredit oleh para pemain.
“Secara industri multifinance gak ada investasi, duit diputerin jadi kredit. Kalau ada duit lebih ngapain kita investasikan, kita bisnisnya pemberi pinjaman kredit,” jelasnya.
Sementara itu, Deputi Komisioner Pengawas Lembaga Pembiayaan dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK, Bambang W Budiawan menyatakan bahwa perusahaan multifinance dikembangkan bukan sebagai perusahaan investasi, melainkan lembaga keuangan yang menyalurkan pembiayaan konsumen.
“Beda sama asuransi dan dana pensiun yang memupuk dana/premi/iuran peserta lalu di sisi pengelolaan dana diinvestasikan dalam surat berharga atau sejenisnya,” imbuhnya kepada Kontan.
Chief Financial Officer PT Adira Dinamika Multi Finance Tbk (ADMF) atau Adira Finance, Sylvanus Gani Mendrofa menyampaikan investasi surat berharga biasanya dilakukan jika memiliki imbal hasil yang menarik.
“Namun jika ternyata perusahaan bisa memutar dana baik dari ekuitas dan pinjaman pada tingkat ROA dan ROE yang menarik pada portofolio pembiayaan, maka pilihan menaruh investasi tidak dijadikan prioritas utama,” terangnya kepada Kontan.
Baca Juga: Pantau Kredit Bermasalah Pinjol, OJK Bakal Bangun Pusdafil
Gani menuturkan bahwa Adira Finance tidak memiliki investasi pada surat berharga, di mana perusahaan fokus pada portofolio pembiayaan yang disalurkan kepada konsumen.
“Basically, kita lebih memilih mengalokasikannya pada portofolio pembiayaan yang kita salurkan pada konsumen,” tuturnya.
Lebih lanjut Gani menambahkan, investasi dalam instrumen surat berharga yang dimaksud OJK ialah jika suatu perusahaan memegang instrumen obligasi (bonds) ataupun saham dari perusahaan lain, itu untuk tujuan investasi atau diperjualbelikan sehingga mendapat keuntungan.
Selain itu, Direktur Utama PT Mandiri Utama Finance (MUF), Stanley Setia Atmadja menyebut bahwa MUF hingga saat ini tidak memiliki investasi dalam bentuk apapun, termasuk instrumen surat berharga.
“Seluruh kemampuan pendanaan MUF digunakan untuk keperluan core business, yaitu mendukung penyaluran pembiayaan yang sampai saat masih terus tumbuh dan berkembang,” tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News