Sumber: KONTAN | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Pemerintah dan Bank Indonesia (BI) menyiapkan benteng berlapis untuk memperkuat posisi industri keuangan kita dalam situasi krisis sekarang ini. Tak tanggung-tanggung, ada enam pengaman sekaligus agar industri keuangan kita tidak terjengkang.
Pertama, Pemerintah dan BI berniat menenangkan nasabah perbankan. Caranya? Apalagi kalau bukan menaikkan batas maksimum nilai simpanan yang berhak ikut program penjaminan. Saat ini, maksimum simpanan nasabah yang dijamin Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) cuma Rp 100 juta. Hingga kini belum jelas berapa batas baru nilai tertinggi simpanan yang bisa ikut program penjaminan.
Yang jelas, untuk mengutak-atik batas maksimum penjaminan ini, pemerintah akan menerbitkan Peraturan Pengganti Undang-Undang alias Perpu. "Pemerintah akan menerbitkan Perpu untuk mengubah nilai penjaminan LPS, termasuk untuk mekanisme dan kriterianya," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani, kemarin.
Pejabat Sementara Kepala Eksekutif LPS Firdaus Djaelani menegaskan, kenaikan nilai maksimum simpanan di perbankan yang bisa ikut program penjaminan ini akan menambah keamanan dan kepercayaan para deposan.
Kedua, pemerintah juga akan menerbitkan Perpu tentang Jaring Pengaman Sektor Keuangan (JPSK). Beleid ini sangat perlu agar pemerintah, BI dan LPS bisa melakukan reaksi secara cepat andai saja krisis keuangan merebak. Perpu JPSK juga akan mengatur tentang bagaimana BI bisa menginjeksi pinjaman darurat ke perbankan yang sekarat. "Kami sedang melakukan pematangan dan akan menyampaikan Perpu kepada DPR," ujar Sri Mulyani.
Jurus ketiga masih terkait dengan pengamanan bank. BI akan mengizinkan bank memindahkan portofolio Surat Utang Negara (SUN) dari kategori diperdagangkan ke kategori dimiliki sampai jatuh tempo. Aturan ini jelas mengamankan perbankan dari kerugian karena ada penurunan nilai surat utang di pasar.
Resep keempat bertujuan untuk mengencerkan likuiditas yang sedang seret. BI akan menurunkan setoran Giro Wajib Minimum (GWM) perbankan, dari total 9,08% menjadi 7,5%.
BI juga tidak menjadikan loan to deposit ratio (LDR) sebagai dasar penghitungan GWM. Aturan GWM ini mulai berlaku kemarin, namun baru efektif berjalan bulan depan.
Dengan menurunkan jumlah GWM di BI, bakal ada tambahan likuiditas di brankas bank hingga puluhan triliun. "Kebijakan ini bertujuan memudahkan bank mengelola likuiditas," ujar Deputi Gubernur Senior BI Miranda S. Gultom.
Kelima, pemerintah meminta BUMN yang memiliki finansial kuat untuk membeli kembali sahamnya. Keenam, pemerintah akan menggerojok likuiditas melalui belanja anggaran.
Akankah kepanikan pasar mereda? Mestinya, serangkaian kebijakan ini cukup menunjukkan bahwa kali ini pemerintah benar-benar serius dan sudah memutuskan langkah konkret.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News