Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dampak Covid-19 memukul telak bisnis perusahaan pembiayaan. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bahkan mencatat piutang pembiayaan multifinance turun 7,3% year on year (yoy) menjadi Rp 413,25 triliun hingga Juni 2020.
Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (AAPI) bahkan melihat terdapat 80% multifinance menghentikan pembiayaannya. Hal ini seiring dengan himbauan dari pemerintah dan regulator agar perusahaan pembiayaan memberikan relaksasi kepada masyarakat terdampak pandemi.
Baca Juga: Meski bisnis tertekan corona, APPI: Multifinance tetap pertahankan karyawan
“Sejak kasus Covid-19 pertama diumumkan pada akhir Maret 2020, sebanyak 80% dari perusahaan pembiayaan pada April dan Mei stop lending (hentikan pembiayaan). Karena bersama-sama bahwa April dan Mei sudah melakukan PSBB (pembatasan sosial berskala besar),” ujar Ketua Umum APPI Suwandi Wiratno.
Ia melihat sebanyak 20% yang masih menyalurkan pembiayaan merupakan perusahaan pembiayaan yang memiliki afiliasi dengan Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM). Suwandi melihat hal ini dilakukan guna mendukung bisnis ATPM. Di sisi lain, perusahaan pembiayaan ini terbilang lebih kuat.
Lebih lanjut, kala itu beberapa pimpinan daerah membuat spanduk yang melarang para petugas keuangan untuk masuk, menagih, ataupun eksekusi kendaraan. Namun saat ini, Suwandi bilang kendala itu sudah bisa diatasi dengan bantuan regulator dan asosiasi di daerah.
“Saat ini perusahaan pembiayaan yang sudah masuk (kembali salurkan pinjaman) ialah yang memiliki likuiditas. Saya lihat 30% hingga 40% sudah mulai masuk kembali. Sebab sebagian besar perusahaan pembiayaan sangat bergantung pada pinjaman pembiayaan,” papar Suwandi.
Baca Juga: Multifinance terima permohonan restrukturisasi pembiayaan Rp 150,43 triliun
Ia menambahkan secara perlahan pemain besar yang memiliki likuiditas sudah kembali menawarkan pembiayaan secara berhati-hati. Namun Ia mengakui, masih rendahnya permintaan pembiayaan masih bergantung pada daya beli masyarakat. Sebab masyarakat lebih mengutamakan konsumsi makanan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News