Sumber: KONTAN | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Pergerakan kurs rupiah semakin tak terduga. Di pagi hari kemarin (28/10), rupiah seakan tak berotot terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Kurs rupiah pun terempas hingga titik terendahnya, Rp 11.950 per US$. Tapi, rupiah perlahan bangkit melampaui batas Rp 11.000 per US$. Mengutip Bloomberg, Selasa (28/10) pukul 21.50, kurs rupiah terhadap dolar naik ke Rp 10.850 per US$.
Tekanan terhadap rupiah masih datang dari pasar luar negeri. Pemilik dana investasi jangka pendek alias hot money masih ramai-ramai mencairkan uang dari Surat Utang Negara (SUN). Dalam dua bulan ini, hot money yang sudah cabut dari SUN sudah mencapai Rp 11,75 triliun.
Kepercayaan investor terhadap SUN memang benar-benar bubar. Kemarin, yield SUN berjangka 10 tahun FR0048 sudah setara dengan 20,9%. Harganya tinggal 51. Artinya, jika investor menaruh duit di SUN FR0048 saat ini, ia akan mendapat imbalan 20,9%. Toh tetap saja mereka membuang SUN dan terbang pulang.
Untungnya, sore hari kemarin ada rebound di sebagian besar bursa saham Asia. Situasi ini menahan rupiah sehingga tidak tenggelam lebih dalam.
Kendati bergejolak hebat Deputi Gubernur Bank Indonesia Hartadi Sarwono menilai nasib rupiah masih lebih baik daripada mata uang negara lain, Hartadi memang benar. Dolar Australia, misalnya, terdepresiasi hingga 33,15% terhadap dolar AS sejak awal Agustus 2008. Sedangkan nilai won Korea Selatan terhadap dolar AS terperosok hingga 43,84%. Sementara depresiasi rupiah hanya 19,32%.
Kepala Divisi Treasury PT Bank NISP Tbk. Suriyanto Chang juga masih berani memberikan prediksi yang optimistis tentang kurs rupiah. Nilai terendah rupiah, menurutnya adalah Rp 12.000 per US$. Setelah itu, "Rupiah akan naik lagi ke Rp 11.000 per US$. Di akhir tahun, kurs bergerak ke kisaran Rp 10.000 per US$," ujarnya, kemarin.
Rupiah tidak akan lama berada di posisi terendah. Tahun 1998 silam contohnya, "Rupiah waktu itu hanya dua bulan pada posisi puncak Rp 16.000 per US$. Setelah itu melorot ke Rp 12.000," tuturnya.
Ekonom Bank Danamon Anton Gunawan juga memprediksi posisi terendah rupiah hanya sampai Rp 12.000 per US$. Setelah itu perlahan rupiah akan kembali menguat.
Pemerintah dan BI juga sudah menyiapkan beberapa jurus baru untuk meredam kepanikan pasar. Salah satunya, mewajibkan BUMN menempatkan hasil valas di bank dalam negeri dalam satu clearing house. Pemerintah dan BI juga akan membeli balik SUN dari pasar.
Direktur Danareksa Research Institute (DRI) Purbaya Yudhi Sadewa menilai pembelian kembali SUN bisa menebar sentimen positif. "BI akan terlihat serius menjaga pasar keuangan," paparnya.
Usulan lain yang kencang bergaung di pasar adalah: pemerintah sebaiknya memberikan penjaminan untuk seluruh dana masyarakat di perbankan. "Untuk menenangkan deposan biar tidak kabur," imbuh Anton. Ketua Perbanas Sigit Pramono menimpali, penjaminan total bisa mengurangi niat spekulasi yang memperlemah rupiah.
Sepuluh Perintah Untuk Menghadapi Krisis Financial
| |||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News